Berbagai kebijakan dan terobosan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, seperti satu Bhabinkamtibmas per desa, tilang elektronik, hingga Jumat Curhat, diapresiasi publik. Hal ini, menurut Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), tidak lepas dari pendekatan preventif dan preemtif di dalamnya.
Anggota Kompolnas, Poengky Indarti, menyatakan, tindakan preventif dan preemtif membentuk persepsi bahwa polisi humanis karena merangkul masyarakat dalam mencegah kejahatan. Ini berbeda dengan pandangan publik tentang penegakan hukum lantaran lebih menunjukkan wajah kepolisian yang tegas bahkan menggunakan kekerasan saat berhadapan dengan penjahat, misalnya saat penangkapan hingga penahanan.
"Jika ada pihak-pihak yang berperkara dalam kasus pidana, dalam hal ini pelapor dan terlapor, belum tentu semuanya puas dengan kinerja polisi. Sehingga, tidak semua masyarakat menyukai polisi ketika melakukan penegakan hukum," ujarnya saat dihubungi Alinea.id, Selasa (28/3).
Sayangnya, ungkap Poengky, penegakan hukum lebih "laku" jika diangkat (blow-up) kepada publik daripada tindakan-tindakan preventif dan preemtif. "Polisi pun tampaknya lebih bangga jika masuk Reskrim ketimbang masuk Binmas."
Karenanya, dia berpendapat, perlu ada perubahan pola pikir (mindset) polisi dalam menilai kerja-kerja pemolisian. Langkah tersebut diharapkan akan mendorong lebih banyak personel Polri yang bersedia ditempatkan di Binmas.
"Masyarakat saat ini lebih membutuhkan polisi-polisi yang dekat dengan mereka, yang humanis, dan sigap membantu masyarakat, dan yang mampu mencegah kejahatan dengan melakukan patroli keliling," katanya mengingatkan.
Poengky juga menyarankan perlunya pengawasan melekat kepada anggota guna meningkatkan kepercayaan publik terhadap Polri. Dirinya berkeyakinan hal ini dapat mendorong personel kepolisian profesional dalam bertugas serta meminimalisasi berbuat jahat atau melakukan penyimpangan.
"Misalnya, melakukan kekerasan berlebihan, pungli (pungutan liar), dan tindakan yang memancing kritik masyarakat, misalnya arogan dan pamer kemewahan. Intinya, sebetulnya kembali taat menjalankan reformasi kultural Polri," katanya.
Survei Indikator Politik Indonesia periode Februari 2023 menyebutkan, berbagai terobosan Kapolri mendapatkan sambutan positif dari publik. Jumat Curhat, misalnya.
"Program Jumat Curhat, jadi polisi mendengar, mengetahui keluhan warga setiap hari Jumat. Yang tahu [Jumat Curhat] cuma 12,7%, tapi sebagian besar dari yang tahu setuju," ucap Direktur Eksekutif Indikator, Burhanuddin Muhtadi, dalam paparannya, Minggu (26/3). Dukungan publik atas program Jumat Curhat mencapai 75,3%.
Jumat Curhat mulanya diinisiasi salah satu polres. Lantaran berdampak positif dalam menjaring aspirasi publik, Kapolri Sigit pun menginstruksikan seluruh jajarannya mengadopsinya.
Pun demikian dengan kebijakan tilang elektronik (electronic traffic law enforcement/ETLE). Kapolri Sigit menggencarkan tilang elektronik guna meminimalisasi penyimpangan, terutama suap dan pungli oleh anggotanya di lapangan.
Burhanuddin mengungkapkan, sebanyak 62,1% dari total responden survei mengetahui kebijakan tilang elektronik. Sebesar 63,7% dari total yang tahu setuju dengan penerapan ETLE. "'Kasus-kasus kecil' begini lebih banyak diikuti publik."
Publik juga senang dengan kehadiran Bhabinkamtibmas yang mulai marak seiring adanya Program Satu Bhabinkamtibmas Satu Desa. Bahkan, sebanyak 86,2% responden setuju dengan keberadaan personel ujung tombak Polri ini.
"Yang tahu [Bhabinkamtibmas] 54,8% dan sebagian besar setuju dengan Program Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat," kata Burhanuddin.
Survei Indikator ini digelar 9-16 Februari 2023 degan melibatkan 1.220 WNI se-Indonesia yang telah memiliki hak pilih sebagai responden. Penentuan sampel dengan metode simple random sampling, sedangkan tolerasi kesalahan (margin of error) sekitar 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.