Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendorong diadakannya kelas pranikah bagi para calon keluarga baru. Kegiatan spesifik dan berdampak pada kelompok-kelompok tertentu dinilai sangat perlu dilakukan karena seringkali terlupakan dan terlewat.
Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengatakan, banyak keluarga di Indonesia yang terjebak dalam kesesatan berpikir dan manajemen. Akibatnya keluarga tidak terarah dan cenderung boros dalam mengelola keuangan.
“Bicara tentang keluarga, di Indonesia ini banyak yang boros, sehingga tidak kaya-kaya. Belum berprestasi tapi ingin prestise, itu penyakit kesejahteraan keluarga, karena banyak sekali orang yang ingin tampil dan pamer, karena akhirnya demi pamer dibela-belain utang,” katanya dalam keterangan, dikutip Kamis (12/10).
Kelas pranikah juga dinilai berpotensi merangkul pihak lain yang sulit atau malu untuk ditemui. Secara langsung, setiap pemangku kebijakan yang terlibat dapat mengawasi serta memberikan pendampingan. Misalnya, di Jakarta ada komunitas Behom (broken home).
“Jadi remaja Behom itu komunitas yang tidak mau disentuh tapi dia mau diperhatikan tapi kalau diintervensi atau dipanggil satu persatu pasti tidak mau, tapi kalau suatu saat kami undang kemudian kami adakan pertemuan secara virtual mau dia, itu bagian dari kaum duafa yang tidak dapat perhatian,” ujarnya.
Kemudian, lanjutnya, di rumah tahanan banyak anak-anak dengan kesehatan reproduksi terlantar dan tidak ada yang memperhatikan.
Hasto berharap kelas pranikah dapat menambah edukasi setiap calon pengantin serta mencegah anak terkena stunting. “Secara substansi di situ juga karena setahun itu ada 1,9 juta orang menikah di Indonesia dan yang hamil di tahun pertama itu 1,6 juta, kemudian yang jadi stunting 320.000. BKKBN mencegah stunting dari hulu kemudian calon pengantin. Jadi kelas pranikah sangat cocok,” kata Hasto.
Sementara itu Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (NA) Ariati Dina Puspitasari mengatakan mempunyai program pelatihan calon pengantin yang juga meliputi manajemen keuangan keluarga yang bisa dikerjasamakan dengan BKKBN.
“Kami juga ada Samara course yaitu aktivitas semacam kegiatan sekolah pranikah dikhususkan untuk calon pengantin. Singkatan Samara course sendiri adalah pelatihan keluarga sakinah mawadah warahmah, kami sudah melaksanakan di Gunung Kidul, kami juga bekerja sama dengan KUA (Kantor Urusan Agama) untuk bisa dilatih manajemen finansialnya, manajemen rumah tangga dan lain-lain termasuk juga untuk kesehatan reproduksi kemudian stuntingnya juga kami masukan di dalam pelatihan itu,” kata Ariati.
Selain Samara course, NA juga memiliki beberapa program yang diakui telah berjalan sejak tahun 2017. Yakni, program Pasminah atau Pelayanan Remaja Sehat Milik NA yang berbentuk Posyandu khusus remaja yang kini diperluas untuk ibu muda yang hamil dan menyusui.
Kemudian ada Timbang alias Tingkatkan Gizi Seimbang yang pada perjalanannya berhasil menurunkan angka prevalensi stunting di Rawa Belut dari 30% menjadi 8% serta mengurangi perkawinan anak di daerah tersebut. Program lainnya yaitu peningkatan pemberdayaan ekonomi untuk perempuan yang tergabung dalam program BUANA atau Badan Usaha Milik NA.
“Kemudian ada FLC (family learning center). Jadi kalau Samara Course itu untuk pra, nah kalau FLC ini untuk yang sudah menikah jadi kami membuat komunitas-komunitas keluarga-keluarga kecil untuk berbagi mengenai parenting, kesehatan dan perekonomian,” imbuh Ariati.