Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo mengaku pihaknya mengambil inisiatif pengadaan barang dan jasa alat deteksi virus berupa reagen saat awal pandemi melanda Indonesia. Langkah itu diambil lantaran Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Balitbangkes Kemenkes), belum mampu mengadakan perangkat uji usap Covid-19.
Doni menjelaskan, langkah inisiatif pengadaan itu didasari oleh meningkatnya kebutuhan alat deteksi virus seiring penambahan laboratorium. Mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) ini menyampaikan, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 saat itu sempat mengadakan rapat dan berkesimpulan bahwa Balitbangkes Kemenkes tidak bisa mengadakan reagen.
"Sehingga akhirnya kami mengambil sebuah inisiatif untuk segera mengadakan reagen PCR. Dan setelah itu pun terjadi penambahan pemeriksaan," kata Doni dalam rapat kerja bersama Komisi IX yang disiarkan secara virtual, Senin (15/3).
Penambahan pemeriksaan terjadi cukup signifikan, semula antara 1.000-2.000 spesimen per hari hingga mencapai 20.000 spesimen per hari. "Sampai sekarang akhirnya kami bisa puncaknya pernah mencapai 90.000 spesimen per hari. Walaupun ini semua tidaklah stabil, tergantung kemampuan dari setiap laboratorium," tutur dia.
Doni menegaskan, pengadaan barang dan jasa di lembaganya ditempuh melalui pakta integritas. Pakta tersebut memuat tiga kesepakatan antara pihaknya dan perusahaan penyedia alat deteksi virus.
"Pertama, termasuk masalah kesepakatan harga. Kedua, kualitas barang. Kemudian apabila harga barang ini kemahalan setelah diperiksa oleh auditor BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), maka pengusaha wajib kembalikan biaya kelebihan itu. Ini sudah terbukti, sehingga kami betul-betul menjaga agar tidak terjadi kerugian negara," tegas Doni.
Alat pendeteksi reagen tengah menjadi sorotan. Berdasarkan laporan Klub Jurnalis Investigasi (KJI), sejumlah reagen yang diberikan BNPB diretur oleh beberapa laboratorium dan rumah sakit rujukan.
Pun Indonesia Corruption Watch (ICW), dalam kajiannya, mencatat, sebanyak 498.644 reagen diretur 78 rumah sakit dan laboratorium dari 29 provinsi, pada medio Juli hingga September 2020.
Ada enam merek reagen yang diretur, yakni Intron sebanyak 1.000 unit, Wizprep 10.000 unit, Seggenne 300 unit, Liveriver 2.825 unit, Kogene 700 unit, dan Sansure 482.819 unit.
"Potensi kerugian pengembalian barang ini sebesar Rp169,1 miliar. Paling besar jenis barang reagen RNA, 99% yang dikembalikan," kata peneliti ICW Wana Alamsyah, ditemui di kantornya di Jakarta, Jumat (12/3).
Beberapa laboratorium seperti Balitbangkes Papua, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur sempat mengembalikan perangkat alat deteksi virus itu tahun lalu, alasannya karena ketidakcocokan reagen dengan mesin yang ada. Mereka mengaku, BNPB tidak pernah melakukan pengecekan ketersediaan mesin cocok untuk lakukan proses optimasi.