close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petugas gabungan mengarahkan bus yang membawa pemudik dari arah Bekasi menuju Karawang untuk berputar arah di Perbatasan Karawang - Bekasi, Jawa Barat, Jumat (24/4). Foto Antara/M Ibnu Chazar/pras.
icon caption
Petugas gabungan mengarahkan bus yang membawa pemudik dari arah Bekasi menuju Karawang untuk berputar arah di Perbatasan Karawang - Bekasi, Jawa Barat, Jumat (24/4). Foto Antara/M Ibnu Chazar/pras.
Nasional
Rabu, 06 Mei 2020 14:48

Longgarkan transportasi umum, IAKMI: Blunder pemerintah kesekian kali

Relaksasi transportasi akan membawa risiko lebih besar terkait laju pandemi Covid-19 di Indonesia.
swipe

Kebijakan merelaksasi transportasi transportasi umum di tengah pandemi Covid-19 dinilai sebagai kebijakan blunder. Hal tersebut ditegaskan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia atau IAKMI.

IAKMI menilai kebijakan relaksasi transportasi tersebut sangat tidak bijaksana dalam menangani coronavirus disease. Lantaran trend kasus positif di Indonesia masih terus mengalami lonjakan setiap harinya.

"Saya pikir itu blunder pemerintah untuk kesekian kali ya. Saya khawatir, karena justru dengan (kebijakan relaksasi transportasi) itu akan membawa risiko yang lebih besar terkait dengan laju pandemi di Indonesia," kata Anggota Dewan Pakar IAKMI, Hermawan Saputra, saat dihubungi Alinea.id, Rabu (6/5).

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebelumnya telah memutuskan untuk melonggarkan transportasi mulai Kamis (7/5) besok. Kebijakan ini sebagai turunan dari Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.

Dalam kebijakan itu, Budi Karya menegaskan, para pengemudi harus menerapkan protokol kesehatan.

Namun, menurut Hermawan Saputra, pelaksanaan protokol akan kecil diterapkan para pengemudi. Terlebih, penegakan hukum bagi pengendara yang lalai akan sulit dilaksanakan melihat ketegasan aparat pada kebijakan PSBB terbilang nihil.

"Sulit, di lapangan itu sangat sulit diterapkan protokol kesehatan. Tidak seperti kebijakan dalam tulisan. Sekarang yang terjadi PSBB saja, lihat saja lapangan. Tetap saja itu macet sore hari, aktivitas pun, pertokoan masih buka. Jadi di mana, makna penegakan PSBB, apalagi kalau (relaksasi transportasi) diizinkan," kata Hermawan.

"Kebijakan yang ada saja belum tentu ditegakan, apalagi diizinkan transportasi beroperasi," tambahnya.

Kendati akan melonggarkan transportasi di tengah pandemik, Hermawan meminta pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019.

"PSBB ini kebijakan longgar. Ini transportasi mau dilonggarkan seperti apa? Cabut saja PP 21/2020 tentang PSBB. Enggak usah ada aturan sekalian. Sekarang saja PSBB sangat longgar, terus kalau transportasi dinormalkan kembali, ya mending cabut saja PP 21. Jadi bicara di dunia internasional bahwa Indonesia tidak memiliki kebijakan apapun untuk penanganan Covid-19. Begitu saja," urai Hermawan.

 

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan