Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan adanya ancaman gagal panen pada lahan pertanian tadah hujan imbas El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif yang berbuah kekeringan. Ini berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengingatkan pemerintah daerah untuk melakukan aksi mitigasi dan aksi kesiapsiagaan segera. "Lahan pertanian berisiko mengalami puso alias gagal panen akibat kekurangan pasokan air saat fase pertumbuhan tanaman," ungkap Dwikorita lewat siaran pers BMKG, Senin (24/7).
Di sektor perikanan, kata mantan Rektor UGM Yogyakarta itu, perubahan suhu laut dan pola arus selama El Nino dan IOD positif yang mendingin biasanya justru berpotensi meningkatkan tangkapan ikan. Peluang dari kondisi ini harus dimanfaatkan karena dapat mendukung ketahanan pangan nasional.
Dwikorita menyebut, fenomena El Nino dan IOD Positif saling menguatkan sehingga membuat musim kemarau tahun ini dapat menjadi lebih kering dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah. Jika biasanya curah hujan berkisar 20 mm per hari, pada kemarau ini angka itu menjadi sebulan sekali atau bahkan tidak ada hujan sama sekali.
Puncak kemarau kering, kata dia, diprediksi terjadi pada Agustus hingga awal September dengan kondisi akan jauh lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021, dan 2022. Berdasarkan pengamatan BMKG, indeks El Nino pada Juli ini mencapai 1,01 dengan level moderat. Sementara IOD sudah memasuki level indeks yang positif.
Sebelumnya, pada Juni hingga dasarian 1 Juli, El Nino masih dalam level lemah sehingga dampaknya belum dirasakan. Namun, kata Dwikorita, selang setelah itu, dalam waktu yang bersamaan, El Nino dan IOD positif yang sifatnya global dan skala waktu kejadiannya panjang dalam hitungan beberapa bulan terjadi dalam waktu yang bersamaan.
"Dalam rentang waktu tersebut sebagian wilayah Indonesia masih ada yang diguyur hujan akibat adanya dinamika atmosfer regional yang bersifat singkat, sehingga pengaruh El Nino belum dirasakan secara signifikan," kata Dwikorita.
Masyarakat Diimbau Hemat Air
Sementara itu, Plt Deputi Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, sepanjang musim kemarau ini sektor pertanian akan terdampak. Terutama lahan pertanian
tadah hujan yang masih amat bergantung pada iklim dan curah hujan.
Selain itu, kata dia, kekeringan juga dapat menjadi kondisi yang berujung kepada bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Jika tidak terkendali, kata Ardhasena, ini dapat menimbulkan krisis kabut asap yang tidak hanya berdampak terhadap kualitas lingkungan, tetapi juga ekonomi, sosial, hingga kesehatan masyarakat.
"Belum lagi di musim kemarau, udara akan menjadi lebih kering dan banyak debu sehingga juga sangat rentan terhadap penyebaran penyakit," ujar Ardhasena.
Ardhasena mengingatkan semua pihak untuk menghemat penggunaan air di dalam maupun di luar rumah. Kemarau kering yang melanda akibat El Nino dan IOD positif diperkirakan akan membuat debit air sungai maupun sumber mata air mengalami penurunan sehingga dapat berdampak pada ketersediaan dan pasokan air bersih.
"Gunakan bak penampung guna mengantisipasi kelangkaan air. Biasakan matikan kran saat tidak digunakan. Atur jadwal menyiram tanaman dan mencuci kendaraan, pakailah air sesuai kebutuhan," kata Ardhasena.