Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan, Musim Kemarau 2022 diperkirakan terjadi lebih lambat dari tahun sebelumnya. Puncak musim kemarau diperkirakan terjadi mulai Juli-Agustus 2022.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan, La Nina yang memengaruhi musim hujan masih akan bertahan hingga pertengahan 2022. Fenomena ini menyababkan potensi penambahan curah hujan masih bisa terjadi.
“Sebanyak 47% dari 342 wilayah zona musim di Indonesia akan terlambat memasuki musim kemarau,” ungkap Dwikorita dalam jumpa pers online di akun Youtube BMKG, Jumat (18/3). Namun, BMKG memperkirakan La Nina mulai melemah dan menuju ke netral pada April.
Di samping itu, awal musim kemarau juga dipengaruhi oleh peralihan angin Monsun Asia menjadi angin Monsun Australia. Monsun Asia diperkirakan masih berembus kuat hingga Maret 2022 sehingga peralihan ke Monsun Australia baru akan terjadi April.
BMKG memerinci awal musim kemarau terjadi secara tidak bersamaan di Indonesia. Sebanyak 29,8% akan memasuki musim kemarau pada April meliputi zona musim (ZOM) Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa.
Kemudian 22,8% ZOM memasuki musim kemarau pada Mei meliputi sebagian Bali, Jawa, sebagian Sumatera, sebagian Kalimantan, Maluku, dan sebagian Papua. Lalu 26% ZOM memasuki musim kemarau lebih awal dari normalnya meliputi sebagian Sumatera, sebagian Jawa, Kalimantan bagian selatan, Maluku, dan Papua bagian timur.
Sebanyak 19,9% ZOM akan memasuki puncak musim kemarau pada Juli 2022. Sisanya 52,9% atau ZOM memasuki puncak musim kemarau pada Agustus 2022.
Saat ini Indonesia juga berada dalam masa peralihan antara penghujan dan kemarau. Pemerintah daerah dan stakeholder serta masyarakat diimbau untuk tetap mewaspadai wilayah-wilayah yang akan memasuki musim kemarau lebih awal. Masyarakat juga perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau lebih kering dari biasanya yakni di 12% ZOM antara lain Sumatera Utara bagian utara, sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah bagian utara, sebagian Jawa Timur, dan sebagian Bali.
Terakhir, pemerintah daerah dan masyarakat di daerah yang rawan kekurangan air bersih diharapkan dapat melakukan penyimpanan air pada masa peralihan musim hujan ke musim kemarau.
Plt Deputi Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Urip Haryoko menambahkan saat ini BMKG masih terus memantau kondisi cuaca di masa pancaroba. Masyarakat juga diimbau tetap waspada meskipun musim kemarau dominan bersifat normal.