Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Bernardus Wisnu Widjaja, mengatakan calon ibu kota baru yang berada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur rawan bencana banjir dan tsunami.
“Masih ada setidaknya dua potensi bencana untuk saat ini yang ada di kawasan calon ibu kota. Potensi itu adalah banjir yang titiknya berada di muara sungai dekat pantai. Potensi lainnya adalah tsunami karena imbas dari Sulawesi,” kata Bernardus Wisnu di Jakarta pada Jumat, (30/8).
Namun demikian, dia menjelaskan soal perbedaan antara tsunami dengan bencana tsunami. Tsunami, menurutnya, suatu fenomena alam yang terjadi secara berulang.
Sedangkan bencana adalah suatu peristiwa yang bisa dicegah dengan catatan tidak ada manusia yang mendiami daerah rawan tsunami. Apabila terdapat penduduk, perlu disiapkan infrastruktur agar tidak terkena tsunami langsung.
"Tadi kalau kita lihat potensi atau risiko bencana, di Kalimantan saat ini yang terbaik atau minim potensi bencana. Yang biasanya paling dramatis itu bencana geologi, nah Kalimantan Timur itu save dari geologi. Artinya rendah sampai maksimum sedang," kata Wisnu.
Presiden Joko Widodo telah mengumumkan lokasi ibu kota baru, yakni Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, 26 Agustus 2019. Ada sejumlah alasan yang dipaparkan Jokowi. Salah satunya adalah soal risiko bencana.
"Risiko bencana minimal, baik bencana banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi, tanah longsor," ucap Jokowi.
Alasan lainnya adalah lokasinya yang berada di tengah-tengah Indonesia, berdekatan dengan kota yang sudah berkembang serta sudah ada lahan yang dikuasai oleh negara. Jokowi juga menegaskan Jakarta tetap akan jadi prioritas pembangunan. Soal pemindahan ibu kota ini, Jokowi telah bersurat ke DPR.
Walau terbilang aman, Wisnu tetap mengimbau pemerintah agar melakukan tata kelola yang baik. Hal itu karena sifat bencana ini dinamis, yang mana tergantung pada pengelolaan wilayahnya. Pemerintah, kata dia, harus membangun ibu kota baru setidaknya seperti ketika Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) membangun Jakarta menjadi satu kawasan yang tertata.
“Akan tetapi lambat laun menjadi rawan bencana, seperti banjir karena tata kelola yang dilakukan tidak baik. Tetapi yang harus hati-hati adalah ke depan harus terkelol dengan baik. Awalnya yang VOC bangun semuanya bagus, tapi kalau tidak bisa dikendalikan menyebabkan bencana," ujarnya.
Berikutnya, Wisnu memberikan catatan mengenai kondisi air yang menjadi usur vital bagi kehidupan. Wisnu mengatakan, air permukaan harus menjadi prioritas perhatian pemerintah karena air tanah di Kalimantan Timur relatif tidak terlalu besar potensinya.
Karena itu, pemerintah perlu mengambil peranan untuk mengelola sendiri air permukaan di sana. Tidak memberikannya kepada pihak swasta. “Kalau di beberapa negara maju, air disiapkan pemerintah. Kalau mencari sendiri tidak ada batasnya. Kalau pemerintah terukur, semakin banyak dia gunakan air, argonya kan jalan terus, harus membayar, jadi dia akan hati-hati menggunakan itu (air)," ujarnya.