Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Tito Karnavian, menyatakan, semua kegiatan pengelolaan perbatasan merupakan dokumen penting yang perlu diarsipkan guna menjaga kedaulatan dan menjadi sumber pembelajaran bagi generasi berikutnya. Dengan demikian, perlu dijaga dan dirawat sebab berisi hasil perundingan dan kesepakatan batas negara, titik referensi, hingga titik batas negara.
Dia berharap, semua dokumen tersebut dapat diarsipkan secara sistematis dan didigitalisasi karena tidak menginginkan satu jengkal pun tanah NKRI hilang atau diambil negara lain dengan alasan kelemahan kearsipan dokumentasi.
"Kasus Sipadan dan Ligitan beberapa waktu yang lalu adalah bitter lesson, pelajaran pahit bagi kita," ujarnya dalam webinar, Jumat (17/9). "Kita tidak menginginkan ini terjadi lagi."
Oleh karena itu, dicanangkan Gerakan Nasional Sadar Tertib Arsip (GNSTA) untuk menjaga daerah perbatasan. Gerakan tersebut terbangun atas kerja sama antara BNPP dengan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Pencanangan diresmikan saat momen peringatan HUT ke-11 BNPP yang jatuh pada kemarin.
Selain menjaga daerah perbatasan negara, menurutnya, pencanangan GNSTA juga mendukung program reformasi birokrasi serta membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, terpercaya, akuntabel, dan transparan.
Selain GNSTA, Tito juga meresmikan penggunaan Pojok Baca Digital (POCADI) yang dibangun di tujuh pos lintas batas negara (PLBN), yakni PLBN Aruk, Badau, dan Entikong di Kalimantan Barat; PLBN Wini, Motaain, dan Motamasin di Nusa Tenggara Timur; serta PLBN Skouw, Papua. Ini disebut berkat hasil kerja sama antara BNPP dengan Perpustakaan Nasional (Perpusnas).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD sebelumnya menyesalkan adanya keluhan masyarakat tentang ketidakmampuan negara menjaga kedaulatan. Dicontohkannya dengan hilangnya Pulau Sipadan dan Ligitan.