close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi (kiri) menyerahkan surat keputusan kepada narapidana terorisme Umar Patek (tengah) dan istrinya Gina Gutierez atau Ruqayyah binti Husein Luceno. Antara Foto
icon caption
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi (kiri) menyerahkan surat keputusan kepada narapidana terorisme Umar Patek (tengah) dan istrinya Gina Gutierez atau Ruqayyah binti Husein Luceno. Antara Foto
Nasional
Kamis, 21 November 2019 17:14

Soal 3% TNI terpapar radikalisme, BNPT: Tanya pada yang beri statement

BNPT tidak memiliki data terkait paparan radikalisme yang dimaksud Ryamizard. Ia mengaku hanya mendapatkan informasi saja.
swipe

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius, mengaku tak tahu soal 3% anggota TNI terpapar radikalisme, seperti yang pernah disampaikan bekas Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu. 

Ketika Ryamizard memberikan pernyataan demikian, Suhardi menuturkan, bekas Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam), Wiranto, sempat menghubunginya untuk mengetahui kebenaran tersebut. Namun, dia menegaskan BNPT tak punya data seperti yang disampaikan Ryamizard.

“Saya ditanya Pak Wiranto. Saya bilang, saya tidak punya data itu,” kata Suhardi saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11).

Menurut Suhardi, BNPT tidak memiliki data terkait paparan radikalisme yang dimaksud Ryamizard. Ia mengaku hanya mendapatkan informasi saja. Hal serupa juga disampaikan Suhardi untuk ASN dan perguruan tinggi yang terpapar radikalisme.

"Tanya kepada yang memberikan statement. Itu bukan saya lho. Teman-teman boleh tanya ke instansi-instansi itu," ujar dia.

Suhardi mengungkapkan, penelitian BNPT terkait penyebaran radikalisme di Indonesia tidak sampai masuk ke wilayah TNI. Karena itu, dia tidak bisa memastikan berapa persen anggota TNI, termasuk Polri yang terpapar radikalisme.

"Penelitian saya enggak masuk ke situ. Bagaimana saya memonitor semacam itu. Kalau sekarang di Polri contohnya ada Polwan kan terpapar. Teman-teman tanya lah ke Polri," ujarnya.

Suhardi menambahkan, dia hanya diperintahkan untuk mendata orang-orang yang ada di lembaga atau instansi pemerintah yang dianggap terpapar radikalisme. “Tadi ada perintah untuk mencari data itu. Kita meminta kementerian itu lapor ke kita, termasuk di BUMN," kata Suhardi.

Lebih lanjut, Suhardi mengatakan, pihaknya juga tidak akan membuka data beberapa persen ASN yang terpapar radikalisme saat ini. Dia khawatir jika datanya dibuka justru menimbulkan kegaduhan.

Menurutnya, yang terpenting adalah mereduksi paham-paham radikalisme di lembaga-lembaga perguruan tinggi maupun ASN.

"Saya tidak mau merilis itu, walaupun sebetulnya memang ada. Nanti bikin resah. Contohnya sekarang perguruan tinggi sekian-sekian, kan ribut itu di masyarakat,” katanya.

“Nah ini masalah paparannya dari media sosial. Kalau saya share itu perguruan tinggi ternama, mau sekolah anak-anak kita. Tugas kita sekarang yaitu mereduksi.”

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan