Direktur Penegakan Hukum Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. Edy Hartono mengungkapkan, kelompok teroris dan radikal di Indonesia hingga saat ini masih terus melancarkan aksi dengan berkamuflase di masyarakat.
Untuk itu, Edy mengimbau kepada masyarakat untuk selalu berhati-hati dan jangan mudah terpikat dengan ajakan untuk bergabung dengan mereka.
Dia menjelaskan, meski beberapa amir atau pimpinan dari kelompok teroris seperti Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) sudah ditangkap dan dijatuhi hukuman, namun tidak membuat para anggota atau bawahan lainnya menyerah begitu saja.
Anggota JI, JAD dan MIT, terang Edy, masih terus dan aktif dalam melakukan upaya-upaya penyebaran dan pembinaan paham terorisme mapun radikalisme kepada masyarakat.
“Mungkin sudah kita ketahui bersama, bahwa organisasi terorisme seperti JI, JAD, dan MIT sudah ditetapkan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah. Namun, meski sudah dinyatakan terlarang dan amir mereka ditangkap, tetap saja mereka ini masih melakukan aktivitas dan upaya menyebarkan paham radikalisme dan terorisme. Dan tentu kami tak akan biarkan mereka begitu saja. Kami akan berantas,” kata Edy dalam webinar bertajuk “Pemberantasan Ekstremisme-Terorisme Pasca Perpres 7/2021”, Kamis (25/2).
Jumlah terorisme di Indonesia, ungkapnya, masih signifikan. Hal tersebut terungkap ketika BNPT bersama Detasemen Khusus (Densus) 88 berhasil menangkap pimpinan atau amir JI, Para Wijayanto tahun 2019 lalu.
Dia melanjutkan, jumlah anggota JI sebelum terjadi penangkapan Para Wijayanto hanya berjumlah sekitar 1000 orang. Namun, ketika Para berhasil dibekuk, terungkap jumlah yang meningkat signifikan mencapai sekitar 6000, anggotanya tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
“Bayangkan, 6000 orang inilah yang selama ini melaksanakan upaya penyebaran ideologi terorisme dan paham radikalisme kepada masyarakat. Perkembangan tersebut jelas harus segera dibendung. Itulah sebabnya mengapa Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 (Perpres 7/2021) diterbitkan, karena Perpres 7/2021 memang ditujukan untuk menangkal halseperti ini (membendung-mendeteksi dini perkembangan terorisme),” imbuhnya.
Perpres 7/2021 ini, sambungnya, ditujukan untuk menanggulangi ancaman terorisme yang terus berkembang, bukan untuk memecah atau menimbulkan perpecahan di masyarakat atau di kalangan umat beragama.
Edy menambahkan, selain berkembang dari segi jumlah anggota, mereka jaringan organisasi teroris juga sudah mulai melakukan inovasi-inovasi dalam segi perencanaan dan strategi. Salah satunya adalah JI yang telah berhasil memperbaharui buku pedoman mereka (Pedoman Umum Perjuangan Jamaah Islamiyah/PUPJI).
“Meski mereka termasuk dalam organisasi kelana destin (bawah tanah), mereka juga mulai berpikir strategis. Misalnya, dalam menyusun rencana dan strategi, mengoptimakan jalur komunikasi antara amir dan anggota lain sehingga tercipta sinergi, serta juga strategi tentang bagaimana cara menghindari kejaran aparat, bagaiamana cara merekrut anggota baru, dan yang terbaru diungkap Densus 88 tentang cara mereka menghimpun dana melalui kotak amal,” pungkasnya.