Keributan sengketa soal tanah apartemen Sherwood Kelapa Gading, Jakarta Utara, terus bergulir.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya sidang gugatan yang dilayangkan oleh ahli waris Makawi sebagai penggugat yang menuntut keadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan menggugat Summarecon Group untuk membuktikan keabsahan status hukum yang diklaim sudah menjadi miliknya.
“Tanah tersebut masih milik keluarga kami dengan dasar Girik C.No 1242 persil 896 Blok S.I Kohir N-2-04-10-01-04-00-0060 luas 13.005 m2 tercatat atas wajib pajak, Girik C.No 1242 persil 896 Blok S.II Kohir N-2-04-10-01-04-00-0040 luas 17.204 m2 tercatat atas nama wajib pajak H.Abdul Halim, dan sebagian lagi luas 6.200 m2 masih berupa Segel Tanah Garapan itu atas nama ayah saya,” kata Makawi dalam keterangan resmi, Kamis (5/12).
Dirinya pun memastikan bahwa keluarganya tidak pernah melakukan jual beli seperti yang disampaikan oleh pihak Summarecon melalui akta jual beli yang dilakukan puluhan tahun lalu.
“Keluarga kami tidak pernah melakukan jual beli. Oleh karena itu maksud dan tujuan kami menggugat di pengadilan adalah meminta kepada Summarecon untuk membuktikan keabsahan dokumen yang dimilikinya. Bilamana itu semua bodong tentunya tanah saya harus dikembalikan dan bayar ganti rugi karena telah mendudukinya,” tegas Makawi.
Pada tempat yang sama, perwakilan hukum dari pihak keluarga, Muhammad Fahmi Siddiq menuturkan bahwa dokumen yang dimilikinya masih sah dan terdata di beberapa lembaga negara.
“Di kelurahan dan wali kota, status tanah tersebut masih terdaftar atas nama keluarga Pak Makawi oleh karena itu kami melakukan pemblokiran agar tidak dapat disalahgunakan,” tegas Fahmi.
Bilamana Summarecon mengaku merasa sebagai pemilik hak tanah yang benar, Fahmi pun menantang agar dapat menunjukkan surat-surat legalitas yang berlaku sesuai aturan hukum di Indonesia.
“Coba apakah para penghuni apartemen Sherwood memiliki sertifikat? Bilamana memang ada, dasar-dasarnya seperti apa, karena sampai PBB tanah tersebut masih atas nama keluarga Pak Makawi. Jadi belum ada yang dibalik nama,” pungkas Fahmi.
Terpisah, Head of Corporate Communications PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) Cut Meutia menjelaskan, pada 1981 tanah tersebut sudah diperjual-belikan antara orang tua ahli waris dengan para pembeli.
“Selanjutnya pada tahun 1982, para pembeli tersebut telah menjual tanah tersebut kepada PT Summarecon Agung Tbk. (Summarecon), sehingga sejak saat itu Summarecon menjadi satu-satunya pemilik yang sah atas tanah tersebut, berdasarkan data yuridis dan data fisik yang tercatat di Badan Pertanahan Nasional Jakarta Utara,” kata Meutia lewat keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Berbagai upaya hukum telah ditempuh Makawi sejak lama, namun seluruhnya telah ditolak oleh pihak pengadilan dan dihentikan penyidikannya oleh pihak kepolisian, karena yang bersangkutan tidak memiliki hak dan bukti kepemilikan yang sah.