Polres Sukabumi Kota membongkar praktik prostitusi di kos-kosan yang dipasarkan lewat daring atau online melalui media sosial. Dari pengungkapan ini, polisi mengamankan 10 pekerja seks komersial (PSK). Dari jumlah tersebut, 2 di antaranya masih di bawah umur dan tengah mengandung.
“Kosan yang berada RT 01, RW 04 Kelurahan Nyomplong, Kecamatan Warudoyong kerap digunakan PSK untuk menjajakan dirinya melayani tamu melalui sistem daring atau media sosial Twitter,” kata Kapolres Sukabumi Kota, AKBP Susatyo Purnomo Condro, di Sukabumi, Jawa Barat.
Susatyo mengungkapkan, tempat kos tersebut kerap dijadikan tempat untuk melayani tamu karena anjuran 2 mucikari atau germo. Mereka antara lain seorang warga berinisial WS Alias P (42) dan USD Alias J (40). Mereka diketahui menjual gadis belia melalui online, kemudian selalu mengarahkan tamunya untuk berkencan di tempat kos itu.
“Dalam menjalankan aksinya kedua tersangka itu menggunakan Twitter untuk bertransaksi dengan nama akun Sukabumi Asik, di media sosial itu pemesan pun akan mendapatkan foto-foto PSK yang sudah sesuai dengan keinginannya," kata Susatyo.
Menurutnya, praktik prostitusi online yang terjadi di Kelurahan Nyomplong, Kecamatan Warudoyong, Sukabumi ini merupakan modus baru. Sebab, selain menawarkan prostitusi lewat online, para pelanggannya juga sekaligus disediakan tempat untuk berkencan.
Sejauh ini, pihak kepolisian juga sudah meminta keterangan dari ketua RT setempat. Juga lokasi tersebut sudah didata meski penghuninya tertutup. Susatyo mengatakan, pihaknya masih mendalami kemungkinan adanya kosan lain yang dijadikan tempat untuk berkencan oleh dua tersangka tersebut.
Terjerat Pasal Berlapis
Susatyo mengatakan, atas perbuatannya tersangka dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 4 (1) Jo 29 dan atau pasal 4 (2) Jo 30 UU RI nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi dengan Ancaman pidana penjara kurungan paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun, denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak banyak Rp6 miliar.
Kemudian, Pasal 27 (1) Jo 45 (1) UURI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UURI nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana penjara enam tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Selanjutnya, Pasal 296 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 1 tahun 4 bulan. Pasal 506 KUHP dengan Ancaman pidana penjara paling lama satu tahun. Pasal 76E Jo Pasal 82 ayat 1, 2 dan 4 UU RI nomor 17/2016 penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UURI nomor 1/2016 tentang perubahan kedua atas UURI nomor 23/2012 tentang Perlindungan Anak yang ancamannya penjara paling singkat lima paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar. (Ant)