Bekas Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Bowo Sidik Pangarso, merasa kecewa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak dapat menghadirkan bekas Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita. Padahal, politikus Partai Nasional Demokrat itu merupakan salah satu saksi kunci terkait kasus yang menjeratnya.
Diketahui, Bowo Sidik Pangarso merupakan terdakwa kasus penerimaan gratifikasi dan suap kerja sama di bidang pelayaran antara PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dan PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG).
Dalam perkara itu, Bowo didakwa telah menerima uang suap sebesar Rp2,6 miliar dari PT HTK terkait pengurusan kerja sama pengangkutan atau sewa kapal dengan PT PILOG.
Politikus Partai Golkar itu juga didakwa telah menerima uang sebesar Rp300 juta dari Direktur Utama PT AIS, Lamidi Jimat guna kerjasa angkut penyediaan BBM. Bowo juga didakwa telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp7,7 miliar. Penerimaan gratifikasi itu dari berbagai sumber.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Selasa (6/11), Bowo Sidik mengaku kecewa atas tuntutan tujuh tahun pidana penjara yang dilayangkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Dia merasa tuntutan tersebut tidak adil.
Selain soal tuntutan, Bowo juga kecewa kepada JPU KPK yang tak dapat menghadirkan sejumlah saksi kunci terkait kasusnya. Padahal, Bowo mengganggap keterangan yang telah ia berikan dalam persidangan sudah sesuai dengan fakta yang menyangkut kasusnya, termasuk mengenai peran saksi kunci tersebut.
"Jadi 7 tahun saya pikir ini sangat tidak fair. Artinya fakta persidangan tidak bisa dihadirkan (saksi) oleh penuntut umum KPK. Saya sangat kecewa, saya sudah menyampaikan apa adanya sebenar-benarnya," kata Bowo usai persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (6/11).
Bowo memang sempat meminta kepada JPU KPK agar menghadirkan Enggartiasto Lukita pada persidangan sebelumnya. Sebab, dia termasuk salah satu orang yang disebut dalam berkas acara pemeriksaan (BAP) milik Bowo.
Lebih lanjut, Bowo mengaku, dirinya sempat dimintai oleh seseorang untuk menarik sebagian keterangannya dari BAP. Keterangan tersebut dianggap memiliki kebenaran terkait sumber gratifikasi yang pernah diterimanya. Namun, Bowo enggan menyebut secara gamblang pihak yang memintanya itu.
"Saya enggak mau sebutkan lah, tapi saya mengatakan (keterangan BAP) saya benar. Bahkan di dalam BAP saya mengatakan diminta oleh penyidik untuk konsisten terhadap BAP, ya saya siap," ujarnya.
"Pak Bowo menyebutkan di persidangan tentang Enggar, ya saya siap sebutkan. Saya sebutkan di persidangan nama Enggar. Tetapi apa, JPU KPK tidak bisa menghadirkan beliau di persidangan saya."
Berdasarkan surat dakwaannya, Bowo pernah menerima uang sebesar 200.000 dolar Singapura pada 26 Juli 2017. Uang tersebut disinyalir berasal dari Enggar. Diduga, pemberian uang itu berkaitan dengan pembahasan peraturan menteri perdagangan tentang gula rafinasi melalui pasar lelang komoditas.
Sementara terpisah, JPU KPK, Ikhsan Fernandi, menyampaikan pihaknya tak dapat menghadirkan Enggatiasto Lukita lantaran Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta belum memberikan penetapan.
"Kalau penetapan hakim tidak ada, kami tidak bisa menghadirkan. Sebab itu saksi di luar berkas," ujar Ikhsan
Bowo Sidik selain dituntut tujuh tahun hukuman penjara, ia juga diminta membayar denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan penjara atas dugaan perbuatan menerima uang gratifikasi dan suap.
Selain itu, Bowo juga dituntut pidana berupa uang pengganti sebesar Rp52.095.965. Terkahir, Bowo juga dituntut pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun. Pidana itu terhitung selama Bowo Sidik selesai menjalani pidana pokok.