Terdakwa kasus gratifikasi dan suap kerjasama bidang pelayaran antara PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dan PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG), Bowo Sidik Pangarso, dituntut 7 tahun hukuman penjara. Dia juga dituntut dengan pidana denda senilai Rp300 juta, subsider 6 bulan kurungan penjara.
"Kami penuntut umum dalam perkara ini, menuntut supaya majelis hakim Tipikor memutuskan, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama," kata jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi Ikhsan Fernandi, saat membacakan nota tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (6/11).
Menurutnya, politikus Partai Golkar itu diyakini telah membantu PT HTK, mendapatkan proyek kerjasama pengangkutan di bidang transportasi pelayaran dengan PT PILOG.
Bowo Sidik juga diyakini telah membantu PT Ardila Insan Sejahtera, untuk mendapatkan proyek penyediaan BBM jenis marine fuel oil (MFO) oleh kapal Djakarta Lloyd.
Selain pidana kurungan, Ikhsan menuntut Bowo Sidik dengan pidana uang pengganti sebesar Rp52.095.965. Uang tersebut wajib dibayar Bowo dalam waktu satu bulan, setelah putusannya inkracht.
Jika tidak melunasi uang tersebut, kata Ikhsan, harta benda Bowo dapat disita dan dilelang oleh penuntut umum, guna menutupi kekurangan pidana uang pengganti. "Dan jika (harta benda) tidak menutupi, akan diganti dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun," ucap Ikhsan.
Selain itu, Bowo Sidik juga dituntut dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun. Pidana itu terhitung selama mantan anggota Komisi VI DPR RI itu selesai menjalani pidana pokok.
Dalam pertimbangannya, Ikhsan menyebut hal yang memberatkan Bowo lantaran tidak mendukung program pemerintah. Sementara hal yang meringankan yakni, bersikap kooperatif, mengakui terus terang perbuatan dan menyesalinya, serta sudah mengembalikan sebagian besar uang suap yang pernah diterima.
Bowo dianggap melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, Bowo didakwa telah menerima uang suap sebesar Rp2,6 miliar dari PT HTK terkait pengurusan kerjasama pengangkutan atau sewa kapal dengan PT PILOG.
Politikus Partai Golkar itu juga didakwa telah menerima uang sebesar Rp300 juta dari Direktur Utama PT AIS, Lamidi Jimat, guna kerjasa angkut penyediaan BBM.
Tak hanya suap, Bowo juga didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp7,7 miliar. Terkait penerimaan gratifikasi, Bowo Pangarso didakwa melanggar Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 65 KUHP.