Dalam lima tahun terakhir, secara keseluruhan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mengalami peningkatan. Pada 2016, 378 LKPD (70%) meraih opini WTP dan menjadi 486 LKPD (90%) pada 2020.
Peningkatan kualitas LKPD tersebut karena pemerintah daerah (pemda) telah melakukan perbaikan antara lain melakukan inventarisasi aset tetap dan mencatat hasil inventarisasi tersebut, serta melakukan pengembalian dana atas ketekoran kas dan kelebihan pembayaran belanja modal dan belanja barang dan jasa.
Hal ini disebutkan oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), Agung Firman Sampurna dalam penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2021 kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah, di Jakarta hari ini (16/12). IHPS I Tahun 2021 telah diserahkan secara administratif kepada Lembaga Perwakilan pada 27 September 2021 dan secara paripurna pada hari ini.
Pada Semester I-2021, BPK memeriksa 541 LKPD Tahun 2020 dari 542 pemda. Satu pemda belum menyampaikan LKPD 2020 (unaudited) kepada BPK untuk diperiksa yaitu Pemerintah Kabupaten Waropen di Provinsi Papua. Berdasarkan tingkat pemerintahan, 33 dari 34 (97%) LK pemerintah provinsi memperoleh opini WTP, 365 dari 415 (88%) LK pemerintah kabupaten memperoleh opini WTP, dan 88 dari 93 (95%) LK pemerintah kota memperoleh opini WTP.
“Capaian opini tersebut telah melampaui target kegiatan prioritas reformasi sistem akuntabilitas kinerja pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota yang ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024 masing-masing sebesar 91%, 77%, dan 91% di 2020,” jelas Ketua BPK Agung Firman, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/12).
Dari jumlah tersebut, diketahui terdapat 55 LKPD belum memperoleh opini WTP. Penyebabnya, masih ditemukan ketidaksesuaian LKPD dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) atau ketidakcukupan bukti untuk mendukung kewajaran LKPD. Secara umum, permasalahan penyajian laporan keuangan terjadi antara lain, pada akun aset lancar, aset tetap, dan belanja modal.
Sesuai Renstra BPK 2020-2024, BPK melakukan pemeriksaan tematik Penanganan Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Pada semester I-2021, BPK mengawal pelaksanaan penanganan PC-PEN melalui pemeriksaan atas laporan keuangan pada tingkat pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dari 55 pemda yang belum memperoleh opini WTP, terdapat 10 pemda yang memiliki permasalahan terkait PC-PEN yang berdampak terhadap kewajaran penyajian LKPD 2020.
Sepuluh pemda tersebut yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Jember, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Gowa, Kabupaten Tana Toraja, dan Kabupaten Memberamo Raya.
Permasalahan tersebut antara lain penyajian kas di bendahara pengeluaran tidak didukung keberadaan kas bentuk tunai maupun saldo rekening bank, penatausahaan persediaan belum didukung pencatatan memadai, pengakuan utang jangka pendek lainnya terkait Belanja Tak Terduga (BTT) Covid-19 tidak didukung dengan bukti pendukung memadai, serta realisasi BTT tidak sesuai ketentuan dan kondisi senyatanya.
Pada semester I-2021, BPK juga melakukan pemeriksaan kinerja pada pemerintah daerah. Antara lain pemeriksaan kinerja atas efektivitas penyelenggaraan kebijakan penanaman modal daerah TA 2020 yang dilaksanakan pada Pemprov Jawa Tengah dan instansi terkait lainnya, serta pemeriksaan kinerja atas efektivitas upaya Pemprov Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam mendukung percepatan pencegahan stunting pada wilayah Provinsi NTT TA 2018-2020 dilaksanakan pada Pemprov NTT dan instansi terkait lainnya.
Terkait dengan rekomendasi hasil pemeriksaan, dalam 16 tahun terakhir (2005-30 Juni 2021), BPK telah menyampaikan 621.453 rekomendasi hasil pemeriksaan kepada entitas yang diperiksa sebesar Rp282,78 triliun, di antaranya 507.595 rekomendasi kepada pemerintah daerah sebesar Rp64,72 triliun.
Rekomendasi ini telah ditindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset dan/atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan sebesar Rp113,83 triliun, di antaranya berasal dari pemerintah daerah sebesar Rp22,66 triliun.
“BPK berharap Pimpinan dan Anggota DPD RI dapat terus mendorong pemerintah daerah untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK, sehingga pengelolaan keuangan daerah dan pelayanan publik menjadi lebih baik,” pungkasnya.