Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) mengklaim telah merampungkan audit kerugian keuangan negara terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Tahun 2010. Demikian hal itu disampaikan oleh Anggota III BPK, Achsanul Qosasi.
“Sudah selesai (audit) semuanya ini. Kerugian keuangan negara juga sudah selesai," kata Achsanul saat dikonfirmasi Alinea.id di Jakarta pada Jumat (3/1).
Menurut Achsanul, BPK telah menyelesaikan audit tersebut pada 2019. Bahkan, dia mengaku laporan hasil audit kerugian keuangan negara yang menjerat bekas Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino itu tinggal diserahkan kepada KPK.
“Sudah selesai setahun yang lalu kalau enggak salah. Ya sudah (diserahkan ke KPK),” ucap Achsanul.
Namun demikian, dia tak ingat secara rinci hasil audit tersebut lantaran laporannya telah diserahkan ke lembaga antirasuah sejak tahun lalu. “Oh lupa saya (rinciannya). Itu sudah lama, tahun lalu. Kita sudah enggak bahas itu lagi. Sudah selesai (laporan) kerugian keuangan negaranya sudah selesai," tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku kesulitan merampungkan berkas perkara RJ Lino karena masih menunggu penghitungan audit kerugian keuangan negara dari BPK. Alex menyampaikan demikian saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu (27/11).
RJ Lino diketahui ditetapkam sebagai tersangka pada 15 Desember 2015. Namun, hingga kini lembaga antirasuah itu belum melimpahkan berkas penyidikan ke tahap dua atau penuntutan. Bahkan, bekas pejabat Pelindo II itu belum ditahan oleh KPK hingga kini.
RJ Lino diduga kuat telah melakukan tindak pidana yang menguntungkan diri sendiri dan orang lain dari pengadaan tiga unit QCC di Pelindo II. Dia diduga telah memaksakan pengadaan proyek tersebut meski tidak sesuai dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse). Akibatnya, pengadaan tiga unit QCC itu menimbulkan in-efisiensi.
RJ Lino diduga kuat telah memerintahkan pengadaan tiga QCC dengan menunjuk langsung perusahaan PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd. (HDHM) yang berasal dari China sebagai penyedia barang.
Berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu terdapat potensi kerugian keuangan negara minimal US$3.625.922 atau sekitar Rp50,03 miliar.
Atas perbuatannya, KPK menyangkakan RJ Lino dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.