Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah masalah dalam pengelolaan pendapatan, belanja, dan aset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tahun anggaran 2021-2022. Temuan itu tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (LHP DTT).
"Beberapa permasalahan di antaranya lemahnya pengamanan aset tetap tanah BRIN dan pengelolaan kendaraan dinas roda empat BRIN yang tidak sesuai ketentuan," kata anggota III BPK Achsanul Qosasi, dikutip dari laman BPK, Senin (10/4).
BPK juga menemukan bahwa pengelolaan aset tetap peralatan dan mesin pada eks Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman serta di tiga kawasan sains dan teknologi BRIN tidak dimutakhirkan (update). Bahkan, sebagian belum diketahui keberadaannya.
Atas temuan itu, Achsanul mendorong Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, beserta jajaran segera menindaklanjuti rekomendasi tersebut. Kendati demikian, Achsanul menyatakan BRIN telah melaksanakan pengelolaan pendapatan, belanja, dan aset 2021-2022 sesuai ketentuan berlaku.
"BPK menyimpulkan pengelolaan pendapatan, belanja, serta pemanfaatan dan pengamanan aset tahun anggaran 2021-2022 pada BRIN telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam semua hal yang material," ujar Achsanul.
Bertekad raih WTP
Dalam sebuah kesempatan, Handoko bertekad BRIN meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) pada tahun ini. Walaupun ganjaran WTP bukan sebuah jaminan, opini dari BPK itu dinilai dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat ihwal pengelolaan anggaran yang didapatkan BRIN.
Handoko menegaskan, predikat WTP seharusnya bisa diraih BRIN pada 2022. Namun, ada hal-hal kecil yang terlewatkan. "Sebisa mungkin tahun ini kita harus bisa WTP. Saya tidak melihat ada alasan untuk tidak bisa WTP, mestinya bisa," kata Handoko, Kamis (23/3).
Dibentuk pada 2021, BRIN mengintegrasikan lembaga pemerintah non-kementerian bidang iptek, yakni Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT); Kementerian Ristek; serta litbang kementerian/lembaga (K/L).
Pada 2021, BRIN memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP) bersama Kementerian Perdagangan, Kementerian Ketenagakerjaan, dan LIPI. Tahun itu, ada empat laporan K/L memperoleh opini WDP dari BPK.
Handoko meminta jajaran BRIN melakukan pengawasan yang lebih baik. Pengawasan yang mendasar adalah pencegahan fraud di level kuasa pengguna anggaran (KPA).
"Orientasinya bukan penyerapan. Namun, jika bekerja aktif pasti terserap. Saya lihat belanjanya dulu, apakah sesuai tusi (tugas pokok dan fungsi) dan regulasi, SBM, dan seterusnya sebelum melihat seberapa besar penyerapan," kata Handoko.
Audit khusus
Pengelolaan anggaran BRIN menjadi sorotan wakil rakyat. Salah satu rekomendasi rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VII DPR dengan Kepala BRIN pada 30 Januari 2023 adalah meminta BPK melakukan audit untuk tujuan tertentu anggaran BRIN 2022 karena anggaran BRIN dinilai bermasalah.
Qosasi menyatakan, lembaganya telah melakukan audit pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terhadap anggaran BRIN 2022. Hal itu disampaikan Achsanul merespons twit @brin_watch di Twitter soal kesimpulan rapat Komisi VII DPR terkait BRIN.
BRIN Watch menilai rekomendasi Komisi VII DPR itu mewakili suara masyarakat peneliti dan pegawai BRIN sehingga tindak lanjutnya harus dikawal. Menurut Achsanul, audit telah dilakukan dan hasilnya sudah diserahkan BPK kepada DPR dan pemerintah.
"Artinya, LHP itu sudah menjadi domain publik. BRIN juga sudah menerima LHP-nya dan saat ini sedang melakukan tindak lanjut," tulis @AchsanulQosasi di akun Twitternya.