close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi konflik agraria. Foto Antara/Basri Marzuki
icon caption
Ilustrasi konflik agraria. Foto Antara/Basri Marzuki
Nasional
Senin, 26 September 2022 21:52

BPN klaim berhasil menyelesaikan 45 kasus konflik agraria

Semua konflik agraria yang terjadi takkan bisa diselesaikan dalam 2 tahun karena banyak pihak terlibat dan terjadi sejak dahulu.
swipe

Badan Pertanahan Nasional (BPN)/Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) mencatatkan terjadi 195 sengketa dan konflik pertanahan sepanjang Juni-September 2022. Sebanyak 45 kasus di antaranya diklaim telah diselesaikan pemerintah.

Juru bicara (Jubir) BPN, T. Hari Prihatono, menerangkan, ada beberapa modus yang dilakukan para mafia tanah. Misalnya, pemalsuan dokumen, kependudukan ilegal, rekayasa perkara, dan kolusi dengan aparat.

“Yang menarik lagi, ada modus mobilisasi orang untuk menduduki lahan secara ilegal. Rekayasa perkara marak dalam sengketa pertanahan, sampai sekarang berlangsung di aparat dan peradilan,” ucapnya dalam paparannya dan disiarkan kanal YouTube Para Syndicate, Senin (26/9).

Hari menambahkan, BPN hingga kini terus berupaya menyelesaikan permasalahan mafia tanah. Utamanya memberantas kasus-kasus kepemimpinan menteri sebelumnya.

“Percepatan kami selama 3 bulan ini untuk menyelesaikan masalah yang merupakan residu di masa lalu. Ini tidak linier dengan percepatan munculnya masalah-masalah baru,” tuturnya.

BPN, terangnya, menggunakan pendekatan 4 pilar dalam menyelesaikan konflik pertanahan. Artinya, melibatkan aparat penegak hukum (APH), pemerintah daerah (pemda), dan Mahkamah Agung (MA).

“Pak Menteri menginisiasi, membangun 4 pilar utama. Pemerintah daerah, penegak hukum, dan lembaga peradilan dalam penyelesaian berbagai hal di masalah pertanahan,” katanya.

Menurutnya, segala konflik agraria yang terjadi sulit diusut dan dituntaskan dalam waktu 2 tahun karena banyak pihak terlibat dan terjadi sejak dahulu. Apalagi, upaya penyelesaian setiap kasus tidak bisa menggunakan pendekatan yang sama mengingat masing-masing memiliki karakter berbeda, termasuk aktor.

“Misal, lahan 10 hektare dengan hak guna pakai 30 tahun. Tapi, bertahun-tahun yang digunakan hanya 1-2 hektare, sisanya dibiarkan. Inilah yang kemudian masyarakat masuk, menempati, ini yang menimbulkan konflik,” ujarnya.

img
Raihan Putra Tjahjafajar
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan