Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kendari, Sulawesi Tenggara, mengamankan berbagai produk kosmetik ilegal. Petugas menyita kosmetik-kosmetik tersebut dari sejumlah pengecer dan distributor.
Kepala BPOM Sultra Leonard Duma mengatakan, jenis kosmetik ilegal yang ditemukan terdiri dari beragam produk. Mulai pemutih, body lotion, lipstik, serta kosmetik racikan yang tak punya izin dan tak ada jaminan mutunya.
"Setiap kosmetik memiliki bahan kimia jadi, jika bahan satu dan dua tersebut dicampurkan atau kosmetik racikan, bisa saja membahayakan kesehatan kulit," katanya di Kendari, Rabu (14/11).
Dia pun mengimbau pada masyarakat untuk menggunakan kosmetik yang memiliki izin dan terjamin kualitasnya. Menurut Leonard, BPOM telah memiliki aplikasi BPOM Mobile, yang dapat digunakan melalui smartphone atau website pom.go.id, untuk mengecek nama-nama produk yang sudah terdaftar di BPOM.
Pengecekan dinilai penting, untuk memastikan produk yang digunakan telah lolos uji di BPOM. Dia berharap, masyarakat dapat selektif dalam memilih produk kosmetik yang digunakan.
"Jadilah konsumen yang cerdas, mampu melindungi diri dari risiko merusak kesehatan, jangan lupa cek kemasan produk, cek label, cek izin serta cek kadaluwarsa produk" ujarnya.
Selain itu, Leonard juga mengatakan, BPOM mengawasi kosmetik ilegal yang diedarkan secara online. Sebab di era digital saat ini, bisnis kosmetik juga dilakukan secara online.
"Kami tidak melarang melakukan peredaran secara online tetapi kosmetik yang ditawarkan harus memenuhi persyaratan keamanan dan mutu yang dibuktikan dengan tanda daftar Badan POM serta melakukan notifikasi kosmetik" katanya.
Hingga Agustus 2018, BPOM telah menyita berbagai kosmetik ilegal senilai Rp106,9 miliar. Selain mengandung merkuri atau bahan berbahaya lain, kosmetik-kosmetik ilegal tersebut juga menggunakan merek palsu.
Para pelaku usaha yang mengedarkan kosmetik ilegal, terancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar. Hal ini sebagaimana aturan dalam pasal 196 dan 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Selain itu, ada ancaman pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar. (Ant)