Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan dua perusahaan farmasi yang ditindak karena produk sediaan berupa obat cair atau sirop tak memenuhi syarat. Dalam hal ini, obat sirop terindikasi menggunakan bahan baku propilen glikol dengan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas.
Hal ini diketahui berdasarkan hasil penelusuran sebagai respons atas lonjakan kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia. Kepala BPOM, Penny Lukito, mengungkapkan, pihaknya bersama Bareskrim Polri telah melakukan penelusuran sejak 24 Oktober 2022 terhadap kedua industri farmasi yang diduga menggunakan senyawa kimia berbahaya dalam produknya.
"Pertama, PT Yarindo Farmatama yang beralamat Cikande, Serang, Banten, dan yang kedua, adalah PT Universal Pharmaceutical Industries yang beralamat di Medan," kata Penny dalam keterangan pers daring, Senin (31/10).
Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan di kedua perusahaan tersebut, ditemukan adanya bahan baku pelarut berupa propilen glikol, produk jadi, serta bahan pengemas. Temuan itu diduga terkait kegiatan produksi obat sirop mengandung cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas.
Temuan ini telah diamankan Bareskrim Polri dan dijadikan barang bukti. Nantinya, temuan itu akan digunakan untuk menelusuri arah penyaluran bahan baku yang diperoleh kedua industri farmasi tersebut.
"Kami juga menemukan bukti bahwa industri farmasi telah melakukan perubahan bahan baku propilen glikol dan sumber pemasoknya tanpa melalui proses kualifikasi pemasok dan bahan baku yang harusnya dilakukan oleh para produsen tersebut sesuai ketentuan standar yang ada," ujar Penny.
Akibat adanya ketidaksesuaian atas ketentuan dan standar yang ditetapkan, BPOM juga memberikan sanksi administratif kepada PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries. Hukuman berupa penghentian produksi dan distribusi serta penarikan dan pemusnahan produk.
Selain itu, BPOM mencabut sertifikat cara pembuatan obat yang yaik (CPOB). Dengan demikian, seluruh izin edar produk sediaan cair dari kedua industri farmasi ini telah dicabut.
"Kedua industri farmasi melanggar ketentuan memproduksi obat dengan menggunakan bahan tambahan yang tidak memenuhi persyaratan bahan baku obat sehingga produk yang dihasilkan tidak memenuhi standar," jelas Penny.
Atas tindakannya, PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industry dikenakan ancaman pidana maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
PT Yarindo Farmatama merupakan produsen obat Flurin DMP Sirup, sedangkan PT Universal Pharmaceutical Industries memproduksi obat Unibebi Cough Sirup, Unibebi Demam Sirop, dan Unibebi Demam Drops. Keempat produk tersebut telah dimasukkan ke dalam daftar obat sirop dengan kandungan cemaran EG melebihi ambang batas, yang diungkap BPOM pada 20 Oktober lalu.