Kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan unggulan di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, areal pertanaman kelapa di lokasi tersebut mencapai 22.484 hektare (ha) dengan total produksi sebanyak 16.315 ton. Pencapaian inilah yang menjadikan Kabupaten Sambas sebagai sentra produksi kelapa terbesar ketiga di Provinsi Kalimantan Barat.
Dalam menjaga dan meningkatkan hasil produksi tanaman kelapa, diperlukan perawatan dan pemeliharaan secara rutin agar tanaman kelapa tetap sehat dan terhindar dari serangan hama dan penyakit, sehingga bisa menghasilkan kelapa berkualitas terbaik dengan nilai jual yang tinggi.
Namun beberapa waktu lalu, terjadi serangan hama Ulat Pemakan Daun Kelapa (UPDK) Artona Catoxantha yang menyerang tanaman kelapa milik Gapoktan Sinar Tani asal Desa Malek, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas. Serangan berat ulat A. Catoxantha ini menyebabkan daun kelapa terlihat seperti terbakar dan berwarna cokelat.
Adapun tahapan UPDK ulat ini yang paling merusak adalah fase ulat, yakni di fase ini mereka akan memakan daun-daun kelapa dengan cepat. Kerusakan pada daun akan menyebabkan produksi buah kelapa menurun sehingga penghasilan petani pun ikut berkurang.
“Pengendalian ulat pemakan daun kelapa ini harus segera dikendalikan secara cepat, agar petani tidak mengalami kerugian yang lebih besar,” tegas Kepala Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak, Gabriel Lulus Puji Hantoro dikutip dari keterangan resminya, Jumat (16/12).
BPTP Pontianak merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. BPTP Pontianak pun segera merespon serangan ulat ini dengan menerjunkan tim teknis Brigade Proteksi Tanaman (BPT) ke lokasi kejadian.
“Tim BPT BPTP Pontianak segera melakukan pengamatan dan bimbingan teknis pengendalian ulat A.Catoxantha pada Gapoktan Sinar Tani dengan melibatkan petugas yang membidangi perkebunan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kab. Sambas, Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman (UPPT) Sambas, petugas dari Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Paloh, serta pemerintahan Desa Malek,” jelas Gabriel.
Selanjutnya pengendalian dilakukan dengan menginjeksi batang pohon kelapa untuk memasukkan insektisida. Caranya dengan mengebor batang pohon kelapa, lalu insektisida yang sudah disuntikkan akan terdistribusi melalui jaringan pembuluh tanaman hingga ke tajuk, yaitu lokasi ulat pemakan daun kelapa berada.
Nantinya ulat A Catoxantha akan memakan daun yang telah mengandung insektisida, dan kemudian keracunan sehingga hama ulat tersebut bisa dikendalikan. Pengendalian ulat pemakan daun kelapa ini harus dilakukan secara cepat. Pasalnya, siklus hidup ulat berlangsung sangat cepat yaitu hanya berkisar 4 sampai 5 minggu saja.
“Artinya ini dalam tempo 4-5 minggu, ult akan bertelur dan menghasilkan generasi baru dalam jumlah yang lebih banyak, karena 1 ekor A.Catoxantha dewasa bisa menghasilkan 40-60 ekor ulat pada generasi berikutnya,” lanjut Gabriel.
Gabriel mengaku pihaknya akan memberikan bantuan berupa insektisida, alat pelindung diri berupa sarung tangan, dan memfasilitasi peminjaman peralatan pengendalian berupa bor mesin secara gratis.
“Saya harap setelah bimbingan teknis ini dilakukan dan bantuan sarana pengendalian, petani bisa lebih waspada dan dapat melakukan monitoring hama dan penyakit secara berkala sebagai bagian dari Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) untuk mengantisipasi terjadinya serangan hama dan penyakit,” tandasnya.
Pada pengendalian hama, berlaku prinsip mencegah lebih baik daripada mengobati. Itulah arti penting pengamatan berkala agar perkembangan hama dan penyakit dapat terpantau, sehingga kerugian akibat serangan hama dan penyakit dapat ditekan.