Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, mengapresiasi sanksi tegas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terhadap dua penelitinya, Andi Pangerang (AP) Hasanuddin dan Thomas Djamaluddin. Hukuman yang diberikan dinilai sudah tepat.
"Meski memang untuk Thomas Djamaluddin, yang diberikan sanksi moral, tidak begitu jelas. BRIN perlu lebih jelas dan tegas lagi terkait pemberian sanksi moral kepada Thomas Djamaluddin agar ada rasa keadilan bagi stafnya yang mendapat sanksi maksimal," ucapnya dalam keterangannya, Minggu (28/5).
Diketahui, BRIN memecat AP Hasanuddin sebagai aparatur sipil negara (ASN) lantaran kiriman (posting) di media sosial bernada ancaman pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah. Sementara itu, Thomas Djamaluddin dijatuhi sanksi moral berupa penyampaian permohonan maaf secara terbuka dan tertulis.
Menurut Mulyanto, peneliti BRIN dan masyarakat umum dapat mengambil hikmah atas kasus ini. Khususnya, menyikapi perbedaan penerapan pendekatan saintifik dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Bagi politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, peneliti BRIN sebagai warga negara dengan pendidikan dan pengalaman ilmiah harus berhati-hati dalam memberikan pernyataan publik. Kemudian, arif, bijaksana, dan memberikan pencerahan kepada masyarakat secara rasional, independen, dan objektif.
"Jangan menghujat apalagi mengancam kelompok masyarakat yang lain. Ini kontraproduktif, baik secara pribadi peneliti maupun bagi BRIN sebagai lembaga," katanya
Di sisi lain, atas perbuatannya, AP Hasanuddin pun dilaporkan Muhammadiyah kepada kepolisian. Ia bahkan telah ditangkap dan ditahan setelah berstatus tersangka.
Kasubdit II Dittipidsiber Bareskrim Polri, Kombes Rizki Agung Prakoso, menyampaikan, AP Hasanuddin dijerat dengan Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45 B jo Pasal 29 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia terancam hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Polri pun telah memeriksa Thomas Djamaluddin. "Terhadap TD, pemilik akun FB yang ditanggapi oleh tersangka APH telah dilakukan pemeriksaan," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Kombes Nurul Azizah, 10 Mei lalu.