Kementerian Pertanian (Kementan) dinilai masih perlu melaksanakan sebagian fungsi penelitian dan pengembangan (litbang), serta pengkajian dan penerapan (jirap) untuk mendekatkan teknologi kepada pengguna atau petani. Sebab, Kementan membutuhkan inovasi pembangunan pertanian yang bersifat unik.
Dalam proses penerapan teknologi petani sebagai calon pengguna harus didampingi agar hasil penerapan dapat mendekati hasil penelitian. “(Inovasi untuk Kementan) berbeda dengan kementerian lain. Kan banyak juga komplain hasil penelitian yang diterapkan petani ternyata berbeda, di sinilah salah satu urgensinya pendampingan,” ujar Ketua Forum Komunikasi Profesor Riset Kementerian Pertanian Tahlim Sudaryanto dalam Forum Alinea.id ‘Dampak Peleburan LPNK IPTEK dan Litbang K/L ke BRIN’, Kamis (19/8).
Petani, kata Tahlim, juga perlu respons cepat dari jajaran Kementan ketika berhadapan dengan kejadian luar biasa yang memang kerap terjadi. Misalnya, outbreak hama, zoonosis (penyakit ternak), banjir, dan kekeringan.
Di sisi lain, jelas dia, teknologi pertanian harus spesifik lokasi, temporal, dan berbeda perlakuan penerapan di seluruh Indonesia. Maka diperlukan lembaga litbangjirap pertanian yang langsung berinteraksi dengan petani.
Badan Litbang Kementan, kata dia, tetap memposisikan kelembagaannya sebagai bagian integral dari sistem riset dan inovasi nasional sesuai Undang-Undang 11/2019 tentang Sistem Nasional Imlu Pengetahuan dan Teknologi atau Sisnas Iptek dan Perpres 33/2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN. BRIN dan Kementan perlu bersinergi dalam membangun sistem inovasi nasional.
Berdasarkan hasil penyelarasan dengan regulasi, tugas BRIN saat ini dalam litbangjirap berfokus pada adaptasi, standarisasi, pemanfaatan, dan diseminasi teknologi. Ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penyusunan dan penerapan kebijakan teknologi. Menurut Tahlim, aspek adaptasi, standarisasi, pemanfaatan, dan diseminasi sebagai titik temu dalam sinergi antara BRIN dan Kementan.
Jabatan fungsional penelitian (JFP), kata dia, masih diperlukan di Kementan. Merujuk Perdirjen Penguatan Risbang Nomor. 603/E1.2/2016, terdapat 9 tahapan tingkat kesiapterapan teknologi (TKT). Sesuai urgensinya, jelas Tahlim, Kementan perlu melaksanakan kegiatan litbangjirap pada tahapan kajian pengembangan pascaprototipe atau di tahap 7-9.
Tahap ini adalah demonstrasi prototipe sistem dalam lingkungan sebenarnya (tahap 7), sistem telah lengkap dan handal melalui pengujian dan demonstrasi dalam lingkungan sebenarnya (tahap 8), dan sistem benar-benar teruji atau terbukti melalui keberhasilan pengoperasian (tahap 9).