Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), tidak akan ikut campur terkait proses hukum terhadap pegawainya Andi Pangerang Hasanuddin yang ditetapkan menjadi tersangka atas ujaran kebencian dengan mengucapkan kalimat 'darah Muhammadiyah halal’. Andi sendiri adalah peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, menyerahkan sepenuhnya kepada pihak yang berwajib untuk dilakukan penindakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pernyataan APH yang bernada ancaman kepada perorangan atau kelompok tertentu di media sosial itu telah meresahkan masyarakat.
"BRIN menghormati dan mengapresiasi upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia," kata Handoko, di Jakarta, Senin (1/5).
Sebelumnya, penyidik Polri menemukan tindakan Andi karena kesal dan emosi. Andi kerap berdiskusi tentang bagaimana yang fokus dari pernyataan ini adalah pada saat penetapan lebaran dengan Prof Thomas Djamaluddin yang juga peneliti BRIN.
"Nah yang bersangkutan menyatakan pasa saat menyampaikan hal tersebut tercapailah titik lelahnya dia, kemudian dia emosi karena ini kok diakusinya nggak selesai-selesai, akhirnya emosi dan terucaplah kalimat kata-kata tersebut," kata Direktur Siber Polri Brigjen Adi Vivid A Bactiar, di Bareskrim Polri, Senin (1/5).
Adi menyebut, penetapan tersangka lainnya masih terbuka lebar dalam kasus ini. Namun, sejumlah bukti masih lebih kuat terhadap Andi.
"Untuk sementara dari hasil penyelidikan yang kita lakukan tersangka hanya saudara AP ini saja. Tapi ini nanti tidak menutup kemungkinan apabila nanti dalam percakapan itu kita temukan lagi," ujarnya.
Ia pun mengajak masyarakat untuk membantuk kepolisian dalam menemukan bukti lainnya. Apalagi, sejumlah percakapan telah dihapus.
"Kalau mungkin nanti dari rekan-rekan media ataupun teman-teman warganet menemukan lagi ada kata-kata yang mengandung unsur-unsur seperti yang ini, silakan dilaporkan ke kami," ucapnya.
Selain itu, Kasubdit II Dirsiber Mabes Polri, Kombes Rizki Agung menyampaikan, terdapat sejumlah pasal yang menjerat Andi. Dia dijerat dua pasal UU ITE yang hukuman maksimalnya enam tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
Ada juga Pasal 45B juncto Pasal 29 UU ITE dengan ancaman maksimal empat tahun penjara dan denda paling banyak Rp750 juta.
"Terkait dengan persangkaan pasal, saat ini tersangka kami kenakan dengan Pasal 45A Ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun, dan denda paling banyak Rp1 miliar," tutur Rizky dalam kesempatan serupa.