Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) diminta menyusun program kerja audit forensik keamanan siber. Pangkalnya, para peretas (hacker) China mulai menyasar entitas pemerintah Amerika dan Eropa.
"Terkait dengan cyber security kita, apakah BSSN punya rencana program kerja?" ucap anggota Komisi I DPR, Sukamta.
"Paling tidak kalau di 2023 belum, di 2024 akan ada proses audit forensik yang cukup mendalam terkait dengan cyber security kita," imbuhnya.
Sukamta mengingatkan, Inggris dan Amerika mulai melakukan antisipasi guna mencegah serangan peretas China. Bahkan, perusahaan asal China, Huawei, selalu didampingi aparat intelijen.
"Nah, di kita, kan, anteng-anteng saja, nih. Nah, antengnya ini karena kita paham dan menguasai masalah atau karena kita enggak paham?" tuturnya.
"Nah, mohon saya dibantu. Kalau perlu, kita DPR usulkan supaya BSSN membuat audit forensik terkait dengan keamanan siber," sambung politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Lebih jauh, Sukamta menerangkan, infrastruktur telekomunikasi dan transmisi Indonesia dalam keadaan kritis. Ini membuat keamanan siber Tanah Air rentan disusupi.
"Pada awal '90-an dulu, ketika perusahaan telekomunikasi terjebak pada situasi di mana mereka harus ekspansi, namun mereka tidak punya sumber daya yang cukup secara finansial," katanya, menukil laman DPR.
Karenanya, ia meminta pemerintah mewaspadai dan melakukan langkah antisipasi pengamanan siber. Dicontohkannya dengan kemitraan Telkomsel dengan Huawei.
"Huawei mereka datang dengan konsep model bisnis yang tidak bisa ditolak, yaitu konsep sewa pakai infrastruktur, di mana Huawei membiayai semuanya dan Telkom hanya menyewa infrastrukturnya. Tentu ini permainan bisnis yang dibuat terpisah dan saya tidak tahu apakah regulator BRTI dulu maupun BSSN hari ini memahami permainan ini atau enggak," urainya.