Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencata ada 79.439 kebocoran data yang terjadi akibat malware information stealer pada 2020.
Beberapa malware information stealer yang dominan, seperti Russian Password 44.531 kasus; Vidar Stealer 13.280 kasus; Azorult Bolnet 11.617 kasus; Smoke Leader 2.839 kasus; Raccon Stealer 2.487 kasus; serta Predator Stealer 1.600 kasus.
"Data ini biasanya mencakup data username, password, kemudian informasi sistem elektronik yang umumnya diakses oleh pengguna, profile history. Ini cukup mengagetkan untuk kita semua," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional (Pusopkamsinas) BSSN, Adi Nugroho dalam webinar, Senin (1/3).
Setelah diinvestigasi, dari 79.439 kasus kebocoran data tertinggi justru di sektor pemerintahan atau 40%. Kemudian, sektor keuangan 27%; telekomunikasi 15%; penegakan hukum 9%; transportasi 8%; serta BUMN 1%.
Biasanya pegawai pemeritnahan menggunakan perangkat pribadi di rumah yang kemungkinan besar tidak dipasang antivirus atau anti malware. Imbasnya, data kredensial hingga informasi finansial bisa dicuri.
Apalagi, ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia, transaksi online meningkat. Padahal, mayoritas informasi tersebut masih valid dan dapat digunakan untuk mengakses sistem elektronik pada sektor yang terdampak kasus kebocoran data tersebut.
"Jadi, masih bisa disalahgunakan oleh pelaku kejahatan. Umumnya untuk penjualan informasi," tutur Adi.
Dia pun mengingatkan, umumnya target platform adalah Windows Operation System. Maka, pengguna harus senantiasa mengupdate keamanan platform tersebut. Selain itu, penyebab serangan terbanyak adalah aplikasi bajakan.
Serangan siber dengan kasus pencurian data pribadi meningkat drastis pada April-Mei 2020. Jumlahnya dua kali lipat lebih banyak dibandingkan sepanjang 2019. Berdasarkan hasil pemantauan keamanan siber pada 2020, terdeteksi terdapat 495.337.202 anomali trafik di Indonesia.
Sedangkan, pada 2019 hanya 288.277.285 anomali trafik. Sumber anomali trafik tertinggi pada 2020 adalah Amerika Serikat (AS), China, Indonesia, Belanda, Korea Selatan (Korsel), Australia, Rusia, Perancis, Kanada, dan Jerman.
Dari 495.337.202 anomali trafik tersebut, sebesar 37% di antaranya merupakan aktivitas berkaitan dengan perangkat perusak (malware) jenis trojan. Kemudian, 95% anomali trafik merupakan serangan tahap awal untuk mengenali kerentanan dan pelayanan apa saja yang berjalan.