Pakar hukum dari Universitas Trisakti, Yenti Garnasih, mengatakan kasus yang menjerat komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, merupakan bukan kasus korupsi. Melainkan mengarah pada kasus penipuan.
Alasan Yenti menyatakan demikian karena Harun Masiku diiming-imingi akan menjadi anggota DPR oleh Wahyu Setiawan. Syaratnya, memberikan sejumlah uang sesuai permintaan Wahyu. Namun, hingga uang diserahkan kepada Wahyu, nyatanya Harun Masiku tak juga dilantik sebagai anggota dewan.
“Wahyu menjanjikan suatu hal yang tidak dapat dia penuhi. Saya melihat ini lebih kepada penipuan, ada pihak yang mengiming-imingi Harun Masiku dengan permintaan uang tertentu agar menjadi anggota DPR. Tapi nyatanya sampai hari ini keputusan tidak berubah," kata Yenti, di Jakarta, Kamis (16/1).
Dugaan kasus penipuan itu, kata Yenti, diperkuat dengan posisi Harun Masiku yang belum juga ditetapkan menjadi anggota DPR menggantikan Rizky Aprilia.
Yenti menjelaskan putusan KPU tentang caleg terpilih atau pergantian antar waktu (PAW) harus diambil secara kolektif kolegial. Sementara, dalam rapat pleno KPU pada 6 Januari 2020 sudah diputuskan bahwa permohonan mengangkat Harun Masiku sebagai anggota DPR menggantikan Rizky Aprilia tidak dapat dikabulkan.
"Sejauh ini, saya melihat kasus ini adalah orang per orang. Karena keputusan di KPU itu kolektif kolegial, tidak mungkin Wahyu Setiawan bisa mengubah keputusan sendiri atas keputusan yang sudah ditetapkan secara bersama-sama dengan komisioner KPU yang lainnya," kata mantan Ketua Pansel Capim KPK ini.
Atas peristiwa tersebut, Yenti khawatir akan menggerus kepercayaan masyarakat pada penyelenggara pemilu. Kasus yang menjerat Wahyu Setiawan ini sangat memprihatinkan, apalagi tak lama lagi akan digelar Pilkada 2020 secara serentak.
"Dan sangat kebetulan, kasus ini berbarengan dengan mencuatnya kasus korupsi Jiwasraya. Apakah ini benar-benar sebuah kebetulan? Tentu masyarakat jangan mau dikaburkan atas kasus korupsi tersebut," kata Yenti. (Ant)