Bupati Kepulauan Meranti Irwan Nasir menyerahkan sejumlah dokumen terkait Dana Alokasi Khusus (DAK) Kepulauan Meranti. Itu dia lakukan saat menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun demikian, dia mengaku tidak mengetahui proses pengusulan DAK tersebut. "Dokumennya ada beberapa lah tadi yang dibutuhkan. Tetapi saya enggak tahu, saya tidak sedang menjabat sebagai Bupati. Jadi waktu itu saya lagi kampanye, saya tidak tahu prosesnya," ungkap Irwan saat keluar gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/7).
Pemeriksaan Irwan merupakan pemeriksaan ulang, setelah sebelumnya ia tidak memenuhi panggilan KPK. Saat disinggung nilai DAK tersebut, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengaku tidak mengingatnya. Dia berdalih, rekap data DAK tersebut berada di Kementreian Keuangan.
"Saya tidak bisa ngomong berapa, tadi saya hanya dikonfirmasi dan menyerahkan data yang dibutuhkan," kata dia.
Pemeriksaan terhadap Irwan terkait dengan kasus suap dan gratifikasi terhadap anggota DPR RI dari Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso. Irwan menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Indung.
KPK menduga pembahasan DAK Kepulauan Meranti menjadi salah satu sumber gratifikasi Bowo. Selain itu, tiga sumber lain adalah pengesahan peraturan menteri terkait gula kristal rafinasi, beberapa kegiatan di BUMN, serta proses penganggaran revitalisasi empat pasar di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.
Sementara, dalam perkara suap kerja sama pengangkutan di bidang pelayaran, KPK menduga Bowo Sidik bersama rekannya Indung telah menerima uang dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti.
Perkara itu bermula saat perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) sudah dihentikan. Namun, terdapat upaya dari PT HTK agar kapalnya dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia.
Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso. Kemudian, pada 26 Februari 2019 dilakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT Pilog dengan PT HTK. Salah satu point MoU itu ialah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
KPK menduga Bowo menerima fee dari PT HTK atas biaya angkut yang ditetapkan 2 dolar AS per metric ton.