close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Bupati Labuhanbatu non aktif Pangonal Harahap yang juga terdakwa kasus fee proyek di lingkungan Pemkab Labuhanbatu, Sumut Tahun Anggaran 2018, berjalan usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Negeri Medan, Sumatera Utara, Senin (11/3)./ Antar
icon caption
Bupati Labuhanbatu non aktif Pangonal Harahap yang juga terdakwa kasus fee proyek di lingkungan Pemkab Labuhanbatu, Sumut Tahun Anggaran 2018, berjalan usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Negeri Medan, Sumatera Utara, Senin (11/3)./ Antar
Nasional
Senin, 11 Maret 2019 20:35

Bupati Labuhanbatu dituntut 8 tahun penjara

Pangonal Harahap dinilai terbukti menerima uang suap senilai Rp42,28 miliar dan 218.000 dolar Singapura.
swipe

Bupati nonaktif Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara, Pangonal Harahap (49), dituntut delapan tahun penjara dalam kasus suap proyek pengadaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Pangonal dinilai bersalah karena menerima uang suap senilai Rp42,28 miliar dan 218.000 dolar Singapura dari pengusaha.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dody Sukmono mengatakan, terdakwa juga dituntut untuk membayar denda Rp250 juta atau subsider empat bulan kurungan. Pangonal juga diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah suap yang diterimanya, yaitu Rp42,28 miliar dan 218.000 dolar Singapura.

"Jika uang pengganti tersebut tidak dibayar dan harta bendanya tidak mencukupi, untuk menutupi kerugian negara maka diganti dengan satu tahun penjara," ucap Dody di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Senin (11/3).

Selain itu, JPU juga meminta agar hakim mencabut hak pilih Pangonal selama tiga tahun enam bulan. "Hal ini untuk menghindari Indonesia dipimpin oleh orang yang pernah melakukan korupsi," ucap Dody.

Dia mengatakan, Pangonal melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Dalam pertimbangannya, JPU menyebutkan hal-hal yang memberatkan terdakwa Pangonal, adalah perbuatannya tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sementara hal-hal meringankan, Pangonal mengakui dan menyesali perbuatannnya.

Pangonal tidak menerima uang suap tersebut secara sekaligus. Ia mendapatkan uang haram tersebut dari Thamrin Ritonga, Umar Ritonga, Baikandi Harahap, serta Abu Yazid Anshori Hasibuan, sejak 2016 hingga 2018.

Suap diberikan agar Pangonal memberikan sejumlah proyek di Kabupaten Labuhan Batu pada tahun anggaran 2016, 2017 dan 2018, kepada pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra alias Asiong.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan, dengan agenda pembacaan nota pembelaan terdakwa atas tuntuntan JPU.

Pangonal ditangkap bersama empat orang lainnya dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 17 Juni 2018 lalu di Bandara Soekarno Hatta. Penyidik KPK juga menyita uang ratusan juta rupiah dalam OTT tersebut. (Ant)

img
Gema Trisna Yudha
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan