Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, mempertanyakan penerapan penegakan hukum tak tebang pilih yang akan diprogramkan calon Kapolri, Listyo Sigit Prabowo.
"Kami kami ingin barangkali pendalaman, Pak. lebih konkretnya, bagaimana dalam konteks perubahan kultur di kepolisian ini, ya?" kata Arsul saat uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri, yang disiarkan secara virtual, Rabu (20/1).
Menurutnya, keseimbangan penegakan hukum memerlukan keadilan dan kemanfaatan hukum. Sayangnya, ini belum terlihat sebagimana dalam beberapa kasus pidana.
"Sebetulnya secara hukum pidana bisa menjangkau banyak pihak, tetapi dibatasi sampai pihak-pihak tertentu saja," ujarnya.
Merespons hal tersebut, Sigit menyatakan, dirinya telah melakukan jejak pendapat dengan sejumlah tokoh masyarakat. Kilahnya, tak ingin polisi hanya bertugas sesuai pandangannya saja.
"Tidak mungkin kami berpikir bahwa pelayanan polisi itu seperti yang ada dibayangan polisi. Kami tidak mau. Sehingga, kami harus benar mendengar masyarakat apa yang diinginkan tentang polisi, apa masalahnya," tuturnya.
Baginya, proses penegakan hukum harus dilandasi sikap arif aparat untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Dia tak ingin Polri di bawah komandonya kelak menindak kasus seperti Nenek Minah.
"Terkait ini, ke depan Polri tidak memaksakan bahwa ini harus diproses tuntas. Tentunya hal seperti ini harus kita lihat dengan lebih arif, lebih bijaksana karena ini terkait rasa keadilan," terang Listyo.
Nenek Minah merupakan warga Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), yang sempat diganjar vonis 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan lantaran perbuatan isengnya memetik 3 kakao di perkebunan PT Rumpun Sari Antan pada 2 Agustus 2019 diproses aparat.
Sebagai informasi, Sigit sedang mengikuti tes kepatutan dan kelayanan calon Kapolri di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, hari ini. Dirinya sempat memaparkan makalah berjudul "Transformasi Menuju Polri yang Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparasi Berkeadilan)."