close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengikuti tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8). /Antara Foto
icon caption
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengikuti tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8). /Antara Foto
Nasional
Senin, 09 September 2019 19:54

Capim petahana tak persoalkan Dewan Pengawas KPK

Alexander merupakan satu-satunya komisioner KPK periode 2015-2019 yang lolos hingga tahap akhir.
swipe

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengaku tak akan mempersoalkan keberadaan Dewan Pengawas KPK yang diusulkan DPR dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK. 

"Sejauh itu memperkuat KPK, saya kira tidak ada masalah," ujar Alexander kepada wartawan usai mengikuti tes uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (9/9).

Alexander merupakan satu-satunya komisioner KPK periode 2015-2019 yang lolos hingga tahap akhir. Dua komisioner lainnya, yakni Laode M Syarif dan Basaria Pandjaitan tereliminasi pada tahap penilaian karakter dan tes psikologi. 

Dalam sidang paripurna, Kamis lalu, seluruh fraksi di DPR sepakat merevisi UU KPK dan menjadikannya RUU inisiatif DPR. Dalam draf RUU, DPR mengusulkan Dewan Pengawas KPK dibentuk dengan tugas memberi izin penyadapan. 

Meskipun tak mempersoalkan keberadaan Dewan Pengawas, Alexander membantah ia mendukung revisi UU KPK. Menurut dia, polemik terkait revisi UU KPK hanya bisa dia jawab setelah uji kepatutan dan kepantasan capim KPK selesai. 

"Saya tidak ingin mengatakan itu (mendukung revisi UU KPK). Yang pasti adalah saya cinta KPK dan Anda semua cinta KPK," ujar Alexander. 

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, poin-poin dalam draf revisi UU KPK tidak sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

"Yang jelas, poin-poin (revisi UU KPK) yang kami anggap tidak relevan dengan piagam antikorupsi PBB. Poin-poin yang tidak relevan dengan (pasal-pasal terkait) gratifikasi," ucap Saut.

Ia juga mengkritik poin revisi yang menyebabkan KPK 'turun pangkat' menjadi lembaga di bawah Presiden. Padahal, disebutkan dalam UU KPK, lembaga antirasuah itu tidak boleh berada di bawah pengaruh kekuasaan mana pun. 

Menurut Saut, seharusnya DPR fokus merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pasalnya, masih banyak substansi UU Tipikor yang tidak sejalan dengan dengan Piagam PBB.

 

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan