close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Diskusi bertajuk
icon caption
Diskusi bertajuk
Nasional
Selasa, 07 Mei 2019 23:54

Cara pemilihan anggota KPK tak menjamin independensi

Pemilihan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) tak independen.
swipe

Pemilihan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) dinilai tidak menjamin independensi.

Pakar Hukum dari Universitas Bung Karno, Hudy Yusuf khawatir, jika pemilihan ketua KPK melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan hanya akan menjadi alat politik bagi anggota DPR yang memilih. Menurut dia, hal itu akan mengikis independensi lembaga antirasuah.

"Mereka hanya menjadi alat politik, alat kekuasaan. Bukan menjadi penegak hukum, dan akhirnya hukum tidak menjadi supremasi di Indonesia. Padahal kan kita negara hukum," kata Hudy, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (7/5).

Karena itu, Hudy berpendapat mekanisme pengangkatan ketua lembaga antirasuah itu sudah semestinya dapat diubah. Sebab, hal itu untuk menjaga independensi KPK.

Dia mengusulkan agar pelibatan para akademisi dalam fit and proper test perlu dilakukan. Menurut Hudy, langkah tersebut dapat menjaga pemimpin KPK dari kepentingan politik.

"Lebih baik akademisi yang tidak terkontaminasi dengan kepentingan politik. Kan banyak akademisi yang murni dari partai politik, ketimbang fit and proper test dari anggota dewan," ucap Hudy.

Di tempat yang sama, Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing, mengatakan terdapat kepentingan politik dalam mekanisme uji kelayakan dan kepatutan pemilihan ketua KPK. Sebab, mekanisme tersebut merupakan sebuah proses politik yang sarat dengan kepentingan elite politik.

Karena itu, Emrus menyarankan agar masa jabatan pimpinan KPK dapat diperpanjang menjadi lebih dari satu periode. "Sehingga dalam periode pertama dia boleh jadi bayar utang politik, karena proses politik di fit and proper test itu kan. Nah, periode kedua mereka sudah independen lah, lebih merdeka, bisa saja sudah tidak ada utang pada periode selanjutnya," ucapnya.

Lebih lanjut, Emrus menyarankan agar dibuat suatu kementerian khusus inspektorat jendral. Hal itu dimaksudkan untuk meminimalisir tindak pidana korupsi pada lembaga kementerian yang ada.

"Supaya mereka gigih, selama ini kan (inspektorat kementerian) mana mungkin dia mengkritik atau mengawasi menterinya, karena dia di bawah menteri," ucap Emrus.

Menurut Emrus, jika pemerintah dapat merealisasikan hal itu akan efektif untuk menangkal tindakan korupsi di lembaga negara. "Karena mereka benar menjadi pengawas di situ, agar tidak bergantung lagi pada menteri di mana inspektorat jendral itu berada," ujar Emrus.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan