Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberlakukan pelarangan ekspor batu bara untuk menghindari pemadaman tehadap sepuluh juta pelanggan PLN tahun ini. Larangan ekspor batu bara berlaku mulai 1-31 Januari 2022, bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus Eksplorasi (IUPK) tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.
Sebelumnya, Perusahaan Listrik Negara (PLN) diketahui mengalami krisis pasokan batu bara, Jika tidak segera ditangani, kemungkinan pada Januari 2022, sepuluh juta pelanggan mengalami pemadaman total.
Realisasi pasokan batu bara pada bulan-bulan sebelumnya hanya 62%, sampai dengan 14 Januari 2022. Jumlah ini justru mengalami penurunan dan diproyeksikan hanya sebesar 35% (1,3 juta Mt). Penambahan penugasan dari Minerba sebesar 5,1 juta Mt penting segera direalisasikan namun tidak dipenuhi oleh pemasok. Dari target 5,1 juta Mt tersebut, hingga 14 Januari 2022 hanya mampu terpenuhi 35.000 Mt atau kurang dari 1% dari total kebutuhan.
Dus, langkah konkret harus cepat dilakukan untuk mencegah pemadaman yang akan dimulai 5 Januari 2022 yang mencapai 10.000 mega watt (MW) dan akan berdampak pada krisis ekonomi, sosial dan bahkan berdampak pada krisis politik. Evaluasi harus dilakukan pada pemasok reguler yang gagal memenuhi kewajiban pasok serta pemasok yang mendapat penugasan, namun tidak menggubris kewajibannya.
Langkah ini dilakukan guna menjamin terpenuhinya pasokan batubara untuk pembangkit listrik. Kurangnya pasokan ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PT PLN (Persero), mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali, dan wilayah di luarnya.
"Jika larangan ekspor tidak diberlakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 MW akan padam. Ini berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batu bara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka akan kembali normal, bisa ekspor. Kami akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin dalam keterangan resminya, Sabtu (1/1).
Pemerintah, lanjut Ridwan, telah beberapa kali mengingatkan kepada para pengusaha batu bara untuk terus memenuhi komitmennya memasok ke PLN. Namun, realisasinya pasokan batu bara setiap bulan di bawah kewajiban persentase penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).
Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 yang mengatur lebih spesifik tentang kewajiban pemenuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri, yaitu minimal 25% dari rencana produksi yang disetujui. Harga jual batu bara untuk penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum sebesar US$70 per metrik ton. Untuk itu Ridwan menegaskan pemegang IUP atau IUP khusus tahap kegiatan operasi produksi untuk patuh terhadap pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri.