Mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani Maming, terbukti melakukan korupsi berupa suap izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Mardani divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider empat bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp110,6 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap perbaikan tata kelola pengelolaan sumber daya alam (SDA) dari hulu ke hilir dapat menjadi pelajaran atas perkara korupsi dan putusan pengadilan terkait kasus tersebut.
"Hal ini artinya dakwaan yang disampaikan KPK terbukti di persidangan," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan resmi, Senin (13/2).
Diungkapkan Ali, penanganan perkara di sektor pertambangan selaras dengan lima fokus area pemberantasan korupsi yang dicanangkan KPK. Kelima area tersebut yakni korupsi pada sektor bisnis, politik, penegakan hukum, layanan publik, serta terkait dengan SDA.
"Korupsi pada kelima sektor tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak, mempunyai tingkat risiko korupsi yang tinggi, serta berpotensi mengakibatkan kerugian besar pada keuangan negara atau pun perekonomian nasional," ujar Ali.
Ali menyebut, KPK telah melakukan berbagai kajian pada sektor SDA, khususnya pertambangan, sejak 2011. Saat itu, KPK melakukan kajian pengusahaan batubara dan menggandeng kementerian/lembaga terkait untuk memperbaiki tata kelola sektor SDA.
Melalui koordinasi dan supervisi (korsup) sektor mineral dan batubara (minerba), KPK menemukan sejumlah permasalahan, antara lain penataan perizinan, permasalahan penjualan dan ekspor yang tidak valid, rendahnya kepatuhan para pelaku usaha.
Atas temuan tersebut, ujar Ali, KPK kembali melakukan kajian pengawasan minerba pada 2019 dengan ruang lingkup yang lebih spesifik. Pasalnya, kata Ali, minerba merupakan salah satu sektor andalan pemerintah terkait penerimaan negara.
"Sehingga, negara penting untuk memastikan kebijakan pada sektor minerba tepat, agar mampu memaksimalkan potensi SDA untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat," tuturnya.
Dari kajian tersebut, imbuh Ali, pihaknya menemukan sejumlah permasalahan dalam tata kelola dan pengawasan minerba, antara lain permasalahan pada penataan perizinan sektor minerba khususnya mengenai perbedaan data Izin Usaha Pertambangan antara pusat dan daerah.
Kemudian, rencana perpanjangan pada sejumlah PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) berpotensi tidak sesuai dengan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba terkait luasan wilayah kerja. Terakhir, tidak optimalnya sistem monitoring produksi dan penjualan batubara.
Oleh karenanya, lanjut Ali, KPK mengeluarkan empat poin rekomendasi terkait temuan permasalahan tersebut. Pertama, perpanjangan PKP2B dilakukan secara transparan dan akuntabel sesuai dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba.
Lalu, menyederhanakan dan mengintegrasikan seluruh sistem pengawasan/monitoring produksi dan penjualan pada Ditjen Minerba, agar terintegrasi dengan sistem/mekanisme monitoring lainnya di kementerian/lembaga terkait.
Selanjutnya, mengimplementasikan quantity assurance pada kegiatan verifikasi kualitas dan kuantitas penjualan batubara. Terakhir, mendorong inventarisasi aset pada sejumlah PKP2B yang akan berakhir kontraknya oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.
"KPK berharap dengan perbaikan tata kelola pengelolaan SDA dari hulu-hilir ini, bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi penerimaan negara, penyejahteraan masyarakat, serta terhindar dari praktik-praktik korupsi," papar Ali.