close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Personel TNI yang dipimpin Dandim 0501/JP BS, Kolonel Inf Luqman Arief, menertibkan baliho-baliho tak berizin di Jakarta Pusat, Jumat (20/11/2020). Antara/Livia Kristianti
icon caption
Personel TNI yang dipimpin Dandim 0501/JP BS, Kolonel Inf Luqman Arief, menertibkan baliho-baliho tak berizin di Jakarta Pusat, Jumat (20/11/2020). Antara/Livia Kristianti
Nasional
Jumat, 20 November 2020 14:22

Copot baliho Rizieq Shihab, Pangdam Jaya dianggap overacting

Tindakan TNI justru dianggap provokasi karena bukan tugasnya menertibkan media sosialisasi tersebut.
swipe

Pangdam Jaya, Mayjen TNI Dudung Abdurachman, dianggap berlaku akting berlebihan (overacting) lantaran memerintahkan anak buahnya mencopot baliho bergambar Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab. Alasannya, itu semestinya menjadi tugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

"Terlalu jauh kalau ditafsirkan (pemasangan baliho sebagai) OMSP (operasi militer selain perang) karena enggak ada kegentingannya," ujar pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, saat dihubungi, Jumat (20/11). 

"Dalam hal pencopotan baliho ini, kalau kita lihat pernyataan-pernyataannya itu soal persatuan dan kesatuan. Itu, kan, terlihat kekhawatiran berlebihan," sambung dia.

Pun bukan tugas TNI jika kehadiran baliho-baliho FPI terbukti mengganggu persatuan dan kesatuan. Penertiban, menurut Khairul, menjadi kewenangan Polri lantaran dianggap melanggar hukum berpotensi menimbulkan gangguan keamanan. 

Sekalipun baliho FPI dianggap provokasi, tingkat potensi ancamannya tetap perlu diperhatikan sebelum TNI "turun tangan". "Apakah itu sudah sampai ke tingkat mengkhawatirkan sampai kemudian negara ini terancam chaos kalau dibiarkan? Kan, enggak. Itu terlalu masuk ke wilayah politik, sehingga ini justru mengancam demokrasi kita," tuturnya.

Karenanya, Khairul berpendapat, tidak dibenarkan TNI mencopot baliho-baliho tersebut dengan berbagai dalih. "Apalagi dengan alasan ancaman persatuan dan kesatuan bangsa. Itu sudah sangat politis, tidak konkret."

"Ancamannya juga enggak dijelaskan dengan baik, Sampai seberapa mengancam, sih? Apa sekarang ini kita sedang terancam persatuan dan kesatuan? Tidak juga, kan, nyatanya," imbuhnya.

Khairul justru berpendapat, kehadiran personel TNI dilengkapi kendaraan taktis saat menertibkan baliho FPI dan Rizieq di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, Kamis (19/11), terkesan provokasi. Lalu mempertanyakan perubahan sikap TNI belakangan ini.

"Kemarin-kemarin ada kesan yang tampak berbeda. (TNI) mengambil langkah simpatik (kepada pengunjuk rasa). Sedikit berbeda dengan kepolisian. Sekarang malah lebih overacting. Padahal, ini domain kepolisian kalau dianggap ada pelanggaran hukum. TNI mestinya tidak perlu cawe-cawe secara riil," tandasnya.

Dudung Abdurachman sebelumnya mengakui, memerintahkan anak buahnya mencopot baliho pentolan FPI. "'Berbaju loreng' menurunkan baliho Habib Rizieq itu perintah saya," katanya, beberapa saat lalu.

Dia mengklaim, terpaksa menertibkan baliho Rizieq karena tetap dipasang setelah beberapa kali dicopot Satpol PP.

Baginya, pemasangan baliho semestinya taat hukum, seperti membayar pajak dan sesuai lokasi yang ditentukan. Dudung bahkan mengancam akan membubarkan FPI jika terus bertindak semaunya sendiri.

"Kalau perlu FPI itu bubarkan saja. Ini akan saya bersihkan semua. Tidak ada itu baliho-baliho yang mengajak revolusi akhlak. Saya peringatkan dan saya tidak akan segan-segan menindak dengan keras," ucapnya.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan