Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan dua poin kunci pengendalian dan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Pertama, adalah dengan mengetahui jenis varian atau mutasi virus Covid-19 melalui uji whole genome sequencing (WGS).
Budi bercerita, sebelumnya Indonesia baru bisa melakukan pengujian ini setelah 10 bulan sejak Covid-19 pertama kali terdeteksi di Indonesia pada Maret 2020. Saat itu, ada 140 sampel yang diuji selama sembilan bulan.
"Sekarang, setiap bulan bisa delapan ribu (sampel diuji). Dulu alat-alatnya hanya ada di Jawa, di beberapa kota besar. Sekarang sudah ada di 12 kota di seluruh Indonesia," kata Budi di depan ratusan kepala daerah dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda seluruh Indonesia di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, Selasa (17/1).
Dengan mengetahui varian apa yang tengah berkembang, ujar Budi, hal ini dapat membantu pengendalian lonjakan kasus Covid-19. Budi menyebut, kenaikan kasus Covid-19 Omicron bukan disebabkan oleh tingginya mobilitas masyarakat, atau perayaan lebaran maupun tahun baru.
"Ini disebabkan oleh varian baru. Musuhnya baru, terorisnya baru," ujarnya.
Diungkapkan Budi, Indonesia mencatat kasus harian tertinggi saat varian Omicron merebak, yakni mencapai 60 ribu kasus per hari. Namun, ia menyebut, jumlah pasien meninggal dunia akibat varian ini tidak setinggi varian Delta.
"Kenapa kita yakin kita bisa mengendalikan Covid-19 dengan baik? Karena sekarang kita tahu caranya, adalah dengan cepat mengidentifikasi musuhnya siapa, varian barunya apa. Setiap hari kita monitor kalau ada varian-varian baru," papar Budi.
Ada pun poin kedua, lanjut Budi, adalah dengan mengetahui tingkat daya tahan masyarakat. Budi mengibaratkan penanganan Covid-19 seperti berperang, yakni mengetahui kekuatan skuad sendiri selain mengetahui siapa musuhnya.
Hal ini dilakukan melalui uji sero-survei, untuk mengukur kekuatan kekebalan atau imunitas tubuh masyarakat Indonesia setiap enam bulan sekali.
"Januari 2022, kita ukur 87% rakyat Indonesia sudah punya daya tahan di level 400an. Enam bulan lalu sebelum lebaran, kita ukur lagi, naik jadi 99,5% rakyat Indonesia sudah memiliki daya tahan imunitas levelnya di 2.000an," ucap dia.
Hasil pengujian ketahanan tubuh dengan angka yang cukup tinggi inilah, yang membuat adanya pelonggaran saat perayaan Idulfitri tahun lalu. Dengan sistem pertahanan yang kuat, ujar Budi, maka potensi lonjakan kasus atau munculnya gelombang baru akibat mutasi Covid-19 akan berkurang.
Budi juga mengklaim tingkat daya tahan masyarakat Indonesia terhadap virus ini masih tinggi, kendati hasil sero survei yang dilakukan pada bulan ini belum keluar. Budi menyebut, hasil sero survei terbaru diperkirakan bakal diketahui dalam 1-2 minggu ke depan.
"Tapi sampai sekarang masih tinggi. Buktinya, dua kali gelombang (varian baru) nggak naik. Di Eropa naik, di Jepang naik, di China naik, kita nggak naik karena daya tahan masyarakat kuat," tutur Budi.