Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan, pria muslim yang menggugurkan kewajiban salat Jumat tiga kali berturut-turut di tengah pandemi Covid-19 tidak digolongkan kafir. Asalkan yang bersangkutan menggantinya dengan salat zuhur di rumah.
"Menurut pandangan para ulama fiqih (ilmu hukum agama) udzhur syar'i untuk tidak salat Jumat antara lain karena sakit atau karena khawatir mendapatkan sakit. Nah, dalam kondisi ketika berkumpul dan berkerumun itu diduga kuat akan terkena wabah atau menularkan penyakit, maka itu menjadi udzhur untuk tidak Jumatan (salat Jumat)," kata Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh via rilis yang diterima di Jakarta, Kamis (2/4) malam.
Sholeh menjelaskan, alasan pria muslim yang tidak salat Jumat itu untuk menghindari wabah penyakit. Artinya, ia mengalami udzhur syar'i atau halangan, sesuai kaidah syariat Islam yang menyebabkan seseorang boleh tidak melakukan kewajiban atau boleh menggantikan kewajiban itu dengan kewajiban lain.
Dijelaskan Sholeh, untuk pria muslim yang meninggalkan salat Jumat karena meremehkan atau mengingkari kewajiban Jumat tiga kali berturut-turut, sebagaimana dinukil dari hadits Shahih, maka dia bisa dikategorikan kafir.
"Perlu disampaikan bahwa hadits yang menyatakan kalau tidak salat Jumat selama tiga kali berturut-turut dihukumi kafir itu jika mereka ingkar pada kewajiban Jumat," kata dosen pascasarjana Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Sementara untuk pria muslim yang tidak salat Jumat karena malas dalam arti dia meyakini kewajiban Jumat tapi dia tidak salat Jumat karena kemalasan dan tanpa adanya udzhur syar'i, maka dia berdosa, atau 'ashin (melakukan maksiat).
"Jika tidak Jumatan tiga kali berturut tanpa udzhur, Allah juga mengunci mati hatinya," kata Sholeh.
Sebelumnya, MUI telah mengeluarkan fatwa bagi seseorang yang berada di kawasan yang potensi penularan wabah Covid-19 tinggi atau sangat tinggi dibolehkan mengganti salat Jumat dengan salat zuhur di rumah.
Hingga kini, wabah coronavirus masih belum bisa dikendalikan dan diatasi karena potensi penularan dan penyebarannya masih tinggi. "Karena itu, udzhur untuk meninggalkan salat Jumat masih ada," kata Sholeh.
Sholeh lantas mengutip kitab Asna al-Mathalib yang menyebutkan bahwa orang yang terjangkit wabah lepra dan penyakit menular lainnya dicegah untuk berjamaah ke masjid dan salat Jumat, juga bercampur dengan orang-orang (yang sehat).
Dalil lainnya, lanjut Sholeh, ada dalam kitab al-Inshaf yang menyatakan jika udzhur yang dibolehkan meninggalkan salat Jumat dan jamaah adalah orang yang sakit.
"Hal itu tidak ada perbedaan pandangan di kalangan ulama. Termasuk udzhur juga, apabila yang dibolehkan meninggalkan salat Jumat dan jamaah karena takut terkena penyakit," urainya.
Covid-19 menjadikan udzhur bagi pria muslim untuk tidak Jumatan. Karena saat wabah itu, kata Sholeh, ada yang sakit, ada yang khawatir akan sakitnya dan khawatir menularkan penyakit ke orang lain, serta ada orang yang khawatir tertular penyakit dari orang lain.
"Selama masih ada udzhur, maka masih tetap boleh tidak Jumatan. Dan baginya tidak dosa. Kewajibannya adalah mengganti dengan salat zuhur," jelas Sholeh.
Selain sakit, ada beberapa udzhur syar'i lain yang dibolehkan meninggalkan Jumat, di antaranya hujan deras yang menghalangi menuju masjid, lalu karena adanya kekhawatiran akan keselamatan diri, keluarga, atau harta.
Alasan-alasan tersebut juga membuat seseorang dibolehkan tidak salat Jumat asal mengganti kewajibannya dengan salat zuhur.