Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BKIPM KKP), Rina, dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia akan diperiksa terkait kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur.
"Yang bersangkutan akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka EP (bekas Menteri KP, Edhy Prabowo, red)," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, Senin (22/3).
Rina tak diperiksa sendiri sebab empat orang lainnya juga dipanggil penyidik komisi antisuap. Salah satunya Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I Soekarno-Hatta, Habrin Yake.
Sementara tiga orang lainnya masing-masing dari unsur swasta, Melinda serta Setiawan Sudrajat, dan pengacara, Robinson Paul Tarru. Semuanya juga sebagai saksi untuk Edhy.
Dalam perkara benur, sejauh ini total Rp89,9 miliar nilai aset yang telah disita KPK. Sebesar Rp52,3 miliar di antaranya diduga dari eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih lobster KKP dalam bentuk setoran bank garansi.
Tentang Rp52,3 miliar, Edhy sebelumnya diterka memerintahkan Sekretaris Jenderal KKP untuk membuat surat perintah tertulis tentang penarikan jaminan bank atau bank garansi dari para eksportir kepada Kepala BKIPM. Lalu, Kepala BKIPM diterka memberikan perintah kepada Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno-Hatta untuk menerima bank garansi itu.
"Aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benih bening lobster tersebut diduga tidak pernah ada," jelas Ali.
Sementara aset di luar Rp52,3 miliar yang dibeslah, berupa barang elektronik, kendaraan, perhiasan, uang tunai, dan properti. Nilainya sekitar Rp37,6 miliar.
Edhy ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya. Mereka adalah Staf Khusus Edhy, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; Sekretaris Pribadi Edhy, Amiril Mukminin; staf istri Edhy, Ainul Faqih; dan pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi.
Sementara satu tersangka lain, Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP), Suharjito, sudah duduk sebagai terdakwa. Dia didakwa menyuap Edhy US$103.000 dan Rp706 juta. Selain dari Suharjito, Edhy disangka juga menerima duit dari beberapa perusahaan eksportir benur, yang sebelumnya diduga ditampung PT ACK.