Terdakwa kasus korupsi suap proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 (PLTU-MT Riau-1), Sofyan Basir, menyayangkan delik penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyangkakan dirinya ihwal pemufakatan jahat memfasilitasi pertemuan antara Eni Maulani Saragih, Idrus Marham dan Johanes Budisutrisno Kotjo.
Pertemuan itu dilakukan guna mempercepat proses kesepakatan proyek IPP PLTU MT Riau-1. Menurut Sofyan, perbuatannya itu untuk menjaga investasi masuk ke Indonesia. Di samping itu, proyek tersebut diklaim Sofyan murni tidak menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Ini repotnya pertemuan menjadi perbantuan, ini sangat berbahaya buat direksi BUMN yang lain. Kalau pertemuan bisa diputarbalikkan menjadi perbantuan berbahaya,” kata Sofyan saat ditemui usai persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (7/10).
Kendati merasa perbuatannya membantu dapat diperkarakan hukum, Sofyan menegaskan, dirinya tidak mengantongi uang suap sama sekali. Karena itu, dirinya tak terima bila dituntut hukuman lima tahun kurungan penjara.
“Arti kata bahwa saya merasa ada sesuatu yang tidak wajar. Ini proyek bukan APBN, ini proyek betul-betul kami menerima uang dari luar, dalam rangka investasi masuk. Dan ini repotnya pertemuan menjadi sebuah perbantuan. Ini sangat berbahaya buat direksi BUMN yang lain,” ucap dia.
Jika pertemuan dianggap perbantuan, kata Sofyan, hal itu akan mudah diputarbalikkan dan dikenakan delik hukuman bagi penyelenggara negara yang lain. Baginya, sangkaan demikian akan berbahaya bagi penyelenggara negara.
“Kita (Direksi BUMN) sering bertemu dengan investor dalam rangka marketing, dalam rangka berupaya supaya proyek ini jalan. Tetapi kita bisa terkena (perkara hukum) tanpa tahu dari mana asal usulnya. Dan kita tidak menerima apa pun itu sudah dibuktikan. Itu saja yang kami sesalkan, dan ini sangat berbahaya untuk para direksi BUMN yang lain," tutur dia.
Bahkan, Sofyan Basir merasa terdapat suatu rekayasa untuk menjerat dirinya dalam praktik rasuah. Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) itu mencontohkan, saat penggeledahan pada 15 Juli 2018 yang dilakukan oleh KPK.
“Pada saat kami digeledah awal, hari Minggu itu seluruh adek-adek wartawan sudah datang (ke rumah) sekitar 40 hingga 60 media. Tersangkanya belum digeledah, saksi sudah didatangi, saya juga belum terima surat saksi. Nah, dari itu saja saya sudah menangkap ada kreatifitas yang luar biasa,” kata Sofyan.
Seperti diketahui, mantan Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir, dituntut lima tahun kurungan penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan oleh JPU pada KPK. Dia dianggap telah membantu pemufakatan jahat dengan sejumlah pihak guna mempercepat proses kesepakatan proyek IPP PLTU MT Riau-1.