Pemerintah terus menggalakkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Kendati banyak masyarakat Papua yang menolaknya, namun dalam evaluasi Prolegnas 2020-2021 DPR, revisi UU tersebut tetap dipertahankan.
Menurut Diplomat Senior Imron Cotan, Program Otsus masih sangat dibutuhkan oleh Papua dan Papua Barat. Program ini merupakan satu kompromi agar kedua provinsi ini dapat berjalan bersama dan setara dengan provinsi-provinsi lain di Tanah Air, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Program ini merupakan satu kompromi agar kedua provinsi ini berjalan bersama, setara dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia," kata Imron dalam diskusi yang diselenggarakan Moya Group & Wag Unity in Diversity (UID) bertajuk Otsus Papua Jilid II? Kamis (13/8).
Sebenarnya UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otsus secara subtansi tidak pernah kedaluwarsa. Yang akan berakhir hanyalah mengenai pemberian dana Otusu oleh pemerintah kepada pemerintah daerah yang jumlahnya 2% dari dana alokasi umum.
Jadi, hal yang akan diputuskan dilanjutkan atau tidak adalah Dana Otsus 2% itu. Pihak pusat dan daerah tengah berkompromi seiring revisi UU ini sedang berproses.
"Jika dilanjutkan jumlahnya berapa? Apakah tetap 2% dari dana alokasi umum, atau lebih dari 2% dari dana alolkasi umum. Ada yang menuntut lebih, ada yang menuntut sama. Itu tergantung perundingan dari pemerintah pusat dan daerah," papar dia.
Ihwal banyaknya penolakan terkait Otsus Papua Jilid II ini, bagi Imron itu hal biasa. Rata-rata masyarakat menolak, lantaran pada Otsus Papua Jilid I pemerintah dianggap telah gagal memberikan manfaat kepada masyarakat Papua dan Papua Barat.
Tidak ada dampak keuntungan yang dirasakan masyarakat bumi Papua seiring telah berlangsungnya Otsus selama hampir 20 tahun. Maka dari itu banyak pihak masyarakat meminta agar pemerintah tidak meneruskan, dan mereka lebih memilih referendum.
Imron sendiri mengamini jika implementasi Otsus Papua belum optimal. Dana Otsus yang seharusnya diperuntukan untuk empat sektor vital, yakni kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan ekonomi kerakyatan belum teralokasikan dengan tepat.
Namun demikian, Imron menegaskan, jangan semua itu disalahkan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah juga patut dipertanyakan kinerjanya. Pasalnya, pemerintah selama hampir 20 tahun ini, pemerintah pusat sudah mengeluarkan kurang lebih Rp100 triliun.
"Saya cenderung percaya, dana itu tercecer di sektor-sektor yang sebenarnya tidak terkait dengan empat sektor utama tadi. Sektor pendidikan, infrastruktur, ekonomi kerakyatan, dan kesehatan. Sering orang mengatakan bahwa dana itu mampir di tempat lain, siapa tahu juga mampir untuk membiayai kegiatan merongrong kewibawaan NKRI," tegasnya.