Pemerintah didesak agar tidak mengabaikan data kematian sebagai indikator evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Sebab data kematian merupakan indikator dampak dan skala pandemi yang perlu diketahui warga agar tidak abai risiko.
Hal ini disampaikan LaporCovid-19 merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers yang disiarkan di Youtube Kemenko Marves, Senin (9/8). Menko Luhut menyebut mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian karena ditemukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian.
"Pemerintah wajib membenahi teknis pendataan, serta memasukan data kematian probabel, bukan menghilangkannya," ujar LaporCovid-19 dalam keterangan tertulis, Rabu (11/8).
LaporCovid-19 menilai, keputusan pemerintah tak memakai data kematian dalam evaluasi PPKM Level 4 dan 3 itu tentu patut dipertanyakan. "Sebab, data kematian adalah indikator yang sangat penting untuk melihat seberapa efektif penanganan pandemi Covid-19 yang telah dilakukan pemerintah," ungkapnya.
Seharusnya, ketidakakuratan data kematian tidak menjadi alasan bagi pemerintah untuk mengabaikan data tersebut dan seharusnya berupaya memperbaiki data tersebut agar benar-benar akurat. "Apalagi, data kematian yang selama ini diumumkan oleh pemerintah pun sebenarnya belum cukup untuk menggambarkan betapa besarnya dampak pandemi Covid-19. Hal ini karena jumlah kematian yang diumumkan pemerintah pusat ternyata masih jauh lebih sedikit dibanding data yang dilaporkan pemerintah daerah," jelasnya.
Pemerintah juga seharusnya mempublikasikan jumlah warga yang meninggal dengan status probable agar masyarakat memahami secara lebih akurat dampak pandemi yang terjadi. Perbaikan data ini yang harus dilakukan, bukan malah mengabaikan data kematian dan tak memakainya dalam evaluasi PPKM Level 4 dan 3.
LaporCovid-19 kemudian membeberkan data yang berhasil dikumpulkan. Hasilnya ada lebih dari 19.000 kematian yang sudah dilaporkan oleh pemerintah kabupaten/kota, tapi tak tercatat di data pemerintah pusat.
"Data dari 510 pemerintah kabupaten/kota yang dikumpulkan tim LaporCovid-19 menunjukkan, hingga 7 Agustus 2021, terdapat 124.790 warga yang meninggal dengan status positif Covid-19," jelasnya.
Sementara jumlah kematian positif Covid-19 yang dipublikasikan pemerintah pusat pada waktu yang sama sebanyak 105.598 orang. "Artinya, antara data pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah pusat, terdapat selisih 19.192 kematian," lanjutnya.
Temuan LaporCovid-19 lainnya adalah, angka kematian saat isolasi mandiri terus terjadi. Di sisi lain, jumlah kematian yang terjadi di luar rumah sakit belum tercatat secara baik dalam sistem pencatatan milik pemerintah. Padahal, berdasar data yang dikumpulkan tim LaporCovid-19, banyak warga yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri di rumah atau tempat lain.
"Sejak awal Juni hingga 7 Agustus 2021, tim LaporCovid-19 mencatat sedikitnya 3.007 warga meninggal di luar rumah sakit. Jumlah kematian yang sesungguhnya bisa jadi jauh lebih banyak karena data itu baru berasal dari 108 kota/kabupaten di 25 provinsi," bebernya.
LaporCovid-19 mencatat hanya DKI Jakarta yang mempublikasikan data kematian warga saat isolasi mandiri. Untuk itu pemerintah daerah lainnya didesak untuk mempublikasikan data jumlah kematian warga saat isolasi mandiri. "Keterbukaan ini penting agar masyarakat makin memahami dampak pandemi Covid-19," pungkas LaporCovid.