close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Umum PPP, Romahurmuziy./Antara Foto
icon caption
Ketua Umum PPP, Romahurmuziy./Antara Foto
Nasional
Kamis, 23 Agustus 2018 17:39

Datang ke KPK, Rommy diperiksa soal Wabendum PPP

Rommy mengaku dirinya ditanya penyidik 16 butir pertanyaan.
swipe

Ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy, datang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memenuhi panggilan pemeriksaan kasus dana perimbangan RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018, yang menjerat tersangka Yaya Purnomo. Rommy tak hadir saat panggilan pemeriksaan pertama pada hari Senin (20/8) dengan alasan berada di luar kota.

"Saya hari ini belum mendapat panggilan, tetapi karena saya menghormati keterangan yang disampaikan di media oleh juru bicara KPK, bahwa saya dijadwalkan diperiksa hari Kamis, maka saya datang," ucap Rommy kepada wartawan saat datang ke gedung KPK pukul 13.00 siang, Kamis (23/8).

Usai diperiksa sekitar pukul 16.30 WIB, Rommy mengatakan dirinya butuh meluruskan pemberitaan media yang beredar, jika dirinya mangkir dari panggilan KPK pada Senin (20/8) lalu. 

"Bagi teman-teman yang masih ada menulis mangkir, saya minta dikoreksi, karena hari Senin saya tidak mangkir. Hari Senin sampai Rabu saya sudah ada kegiatan lama di daerah, yang sudah direncakan karena melibatkan massa, tidak mungkin dibatalkan. Itulah kenapa meskipun hari ini tidak terjadwal, saya hadir dengan inisiatif sendiri untuk memberikan keterangan," jelas Rommy.

Rommy mengaku dirinya ditanya penyidik 16 butir pertanyaan. Sejumlah 10 pertanyaan, kata dia, berkaitan dengan perkara. "Tetapi lebih kepada pertanyaan tentang tugas pokok dan fungsi kepengurusan di DPP PPP," ujar Rommy. 

"Tentu ini ditanya karena ada fungsionaris PPP yang sebelumnya juga sudah diperiksa, sehingga saya ditanya fungsi dan tugas pokok yang bersangkutan, diklarifikasi juga apa yang menjadi keseharian yang bersangkutan di partai," ujarnya.

Fungsionaris PPP yang dimaksud Rommy adalah wakil bendahara umum PPP, Puji Suhartono, yang rumahnya sempat digeledah oleh petugas KPK.

Dari penggeledahan tersebut, lembaga anti rasuah itu menyita uang senilai Rp1,4 miliar dalam bentuk dollar Singapura, yang diduga berkaitan dengan kasus dugaan suap RAPBN-P 2018 yang menjerat anggota Komisi IX DPR RI Amin Santono.

Rommy mengaku tidak tahu menahu soal uang yang disita di rumah Puji. "Karena yang bersangkutan menjalankan bisnis-bisnis di luar urusan partai," katanya.

Menurutnya, dalam pemeriksaan tersebut penyidik KPK sama sekali tidak melontarkan pertanyaan seputar RAPBN-P 2018. "Tidak, hampir nggak ada urusan itu, lebih pada tupoksi kepengurusan," ucapnya.

Penyidik KPK awalnya sedang menyelidiki dugaan penerimaan suap wakil rakyat dari pengusaha di Kabupaten Sumedang, Desember 2017 lalu. Ada dua rencana proyek di Kabupaten Sumedang yang  bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) APBN Perubahan 2018.

Proyek pertama, berada di Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Sumedang senilai Rp4 miliar. Sementara proyek kedua, berada di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Sumedang senilai Rp21.850 miliar. Total nilai kedua proyek sebesar Rp25 miliar.

Supaya dua proyek tersebut berjalan, Ahmad Ghiast dari pihak swasta, menjadi pengepul untuk mengumpulkan uang dari para kontraktor di Sumedang.

Uang tersebut nantinya digunakan menyuap anggota DPR RI dan pejabat di Kementerian Keuangan. Tujuannya, agar dua proyek itu masuk ke dalam RAPBN Perubahan 2018, yang baru akan dibahas pada pertengahan 2018.

KPK kemudian menangkap Amin di sebuah restoran Bandar Udara Halim Perdana Kusuma pada Jumat, 4 Mei 2018 lalu. Ia ditangkap bersama dua kontraktor Eka Kamaluddin dan Ahmad Ghiast. 

Selain itu, KPK juga menangkap pejabat Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo. Yaya adalah Kepala Seksi Pengembangan dan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

Dalam kasus ini, Amin diduga meminta komisi sebesar 7% dari proyek senilai Rp25 miliar kepada Ahmad Ghiast. Nilai 7% dari Rp25 miliar tersebut adalah sebesar Rp1,7 miliar. Dalam kasus ini, Eka Kamaluddin menjadi perantara antara Amin dan Ahmad.

Sumber dana tersebut diduga berasal dari para kontraktor di lingkungan Pemkab Sumedang. Ahmad Ghiast berperan sebagai pengepul dana untuk memenuhi permintaan Amin Santono.

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan