Selama dua bulan lebih mulai Januari hingga 10 Maret 2020, penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Timur yang meninggal dunia mencapai 15 orang.
Tingginya angka penderita DBD yang meninggal dunia ini membuat Dinkes Jawa Timur melakukan berbagai upaya pencegahan.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Herlin Ferliana menuturkan bahwa Covid-19 dan DBD sama harus dicegah untuk melindungi masyarakat Jatim. Kedua penyakit ini sama-sama mengancam jiwa masyarakat yang terjangkit.
"Sama-sama bahaya, keduanya harus sama-sama kita cegah dan masyarakat Jatim harus dilindungi," kata Herlin, Rabu (11/3).
Herlin memastikan bahwa penderita DBD akan bertambah banyak kalau tidak dilakukan pencegahan. Sedangkan penderita Covid-19 juga bisa memakan korban kalau dibiarkan.
"Ayo kita jaga semoga Jatim tetap sehat," pintanya.
Penyakit demam berdarah masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Jatim dengan jumlah penderita yang fluktuaktif.
Total penderitanya mulai Januari sampai 10 Maret sebanyak 1.766 kasus. Sementara penderita yang meninggal dunia akibat penyakit ini mencapai 15 orang.
Jumlah penderita DBD terbanyak antara lain di Kabupaten Malang ada 218, Kabupaten Pacitan ada 208, Kabupaten Trenggalek ada 166, Kabupaten Kediri ada 100 dan Kabupaten Probolinggo ada 97.
Dinkes mengklaim sudah berupaya melakukan untuk mengendalikan DBD dengan gencar sosialisasi pencegahan munculnya sarang nyamuk (PSN) dengan program 3M yakni menguras, menutup tempat penampungan air, menyingkirkan atau memanfaatkan, mendaur ulang barang bekas.
Selain itu, menghindari gigitan nyamuk dengan pemakaian lotion anti nyamuk, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa, ikanisasi pemakan jentik, dan lainnya dengan melaksanakan kegiatan Gerakan satu rumah satu jumantik di semua wilayah.
“Penatalaksanaan kasus DBD yang adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan dan pemantauan kasus DBD di kabupaten atau kota,” ujar dia.
Dinkes menyiapkan petugas, sarana, dan prasarana logistik demam berdarah di kabupaten/kota. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) bisa dilakukan oleh masyarakat seminggu sekali secara rutin, bermutu dan berkesinambungan.
"Kemudian segera merujuk pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan puskesmas/rumah sakit bila keadaan pasien tidak membaik, dan meningkatkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS)," pungkasnya.