Kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) yang merebak di Indonesia mencapai 323 per 3 November 2022. Dari 28 provinsi yang melaporkan kasus GGAPA pada anak, salah satunya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito, Eniarti, fasilitasnya secara kumulatif telah merawat 12 pasien gagal ginjal akut. Sebanyak enam pasien di antaranya berdomisili di Yogyakarta, sedangkan enam lainnya berasal dari luar daerah.
"Dari 12 pasien, tercatat meninggal 6 pasien dan sembuh 6 pasien," katanya dalam keterangan pers daring di saluran YouTube Kemenkes RI, Jumat (4/11).
Pasien terakhir masuk perawatan pada 16 Oktober dan satu pasien terakhir dipulangkan pada 3 November. Dengan demikian, tidak ada pasien gagal ginjal akut yang masih menjalani perawatan di RSUP Dr. Sardjito.
Eniarti menjelaskan, pihaknya melakukan pemeriksaan biopsi ginjal serta panel patogen dan metagenomik kepada 4 dari 12 pasien gagal ginjal akut. Hasil pemeriksaan patogen menyebutkan, terdapat beberapa bakteri atau virus, seperti adenovirus, SARS-CoV-2, dan influenza.
Kemudian, 3 dari 4 pasien dilakukan pemeriksaan toksikologi darah dan urine. Hasilnya, ditemukan senyawa dietilen glikol (DEG) pada salah satu pasien.
"Pada 26 Oktober 2022, RSUP Dr. Sardjito mendapatkan informasi hasil pemeriksaan toksikologi, di mana untuk etilen glikol (EG) ini memang dari 3 pasien ini tidak terdeteksi, tapi ada 1 yang DEG ini positif. Jadi, ada 1 pasien yang kita temukan adanya DEG," papar Eniarti.
Hasil pemeriksaan toksikologi tersebut sekaligus memperbarui informasi yang sebelumnya disampaikan, RSUP Dr. Sardjito belum menemukan bukti sampel pasien gagal ginjal akut yang dipicu konsumsi obat sirop mengandung cemaran EG dan DEG.
"Waktu rilis tanggal 25 Oktober 2022 itu, hasil pemeriksaan toksikologi memang belum keluar. Kemudian, tanggal 26 Oktober, hasil toksikologi keluar, memang ada 1 dari 3 pasien yang dilakukan pemeriksaan toksikologi ditemukan adanya DEG," terang dia.
Kendati demikian, lanjut Eniarti, pihaknya belum dapat menyimpulkan gagal ginjal akut pada pasien yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito disebabkan infeksi bakteri/virus atau keracunan zat kimia berbahaya. Sebab, sampel yang diuji jumlahnya sedikit untuk dapat ditarik kesimpulan.
"Belum bisa disimpulkan kalau penyebabnya patogen karena memang yang diperiksa baru 3 sampel. Ini, kan, sangat-sangat sedikit sampel yang diperiksa untuk menyatakan satu simpulan apakah itu penyebabnya dari toksikologi atau patogenya," jelasnya.
Juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril, menambahkan, gagal ginjal akut sejatinya dapat disebabkan banyak faktor. Misalnya, infeksi virus/bakteri, dehidrasi, perdarahan, penyakit lainnya, kongenital, atau intoksikasi/keracunan.
Sehingga, menurut dia, tidak dimungkiri pasien gagal ginjal akut bisa saja disebabkan faktor selain cemaran senyawa kimia EG dan DEG. Meskipun berdasarkan penelitian yang dilakukan Kemenkes dan sejumlah pihak, faktor risiko terbanyak penyebab gagal ginjal akut adalah senyawa kimia berbahaya dalam obat sediaan cair/sirop.
"Bisa saja bukan karena obat, tapi karena penyebab lain. Mungkin karena dehidrasi, infeksi patogen atau bakteri. Jadi, tidak dimungkiri gagal ginjal akut ini bisa disebabkan faktor lain. Tapi, setelah dilakukan penelitian, faktor risiko terbanyak penyebab gagal ginjal akut adalah karena intoksikasi," ungkap Syahril.