close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Para personel gabungan TNI-Polri akan mengawal pelaksanaan aksi demonstrasi BEM SI di depan Istana Negara./ Antara Foto
icon caption
Para personel gabungan TNI-Polri akan mengawal pelaksanaan aksi demonstrasi BEM SI di depan Istana Negara./ Antara Foto
Nasional
Jumat, 25 September 2020 14:33

Demo hari tani di Manado, aparat keamanan bertindak represif 

Akibat tindakan represif aparat keamanan terdapat beberapa orang yang mengalami luka memar di bagian pelipis.
swipe

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado, Frank T Kahiking mengaku, peserta aksi damai alami gesekan dengan polisi. Bahkan, peserta aksi damai sempat dihadang dan ditangkap oleh aparat kepolisian.

Peristiwa ricuh itu, bermula ketika satu hari sebelum aksi digelar massa sudah mendapat ancaman dari pihak keamanan. Atas tindakan tersebut, hanya sebagian yang datang dari prediksi 1.000 orang di titik kumpul, Desa Raringis, Kecamatan Langowan Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut).

"Yang lebih menjadi hal tidak diinginkan kemarin, saat berada di titik kumpul, ada aparat kepolisian dan TNI yang bertujuan untuk menghalangi. Jadi sejak dititik kumpul sudah dihalangi," tutur Frank, dalam konfrensi pers yang digelar YLBHI secara virtual, Jumat (25/9).

Akibat tindakan aparat keamanan, menurut Frank, massa aksi terlibat bentrokan. Alhasil, terdapat beberapa orang yang mengalami luka memar di bagian pelipis.

"Jadi, waktu di titik kumpul itu sempat ada chaos. Sehingga massa aksi kemarin itu bisa tembus blokade pertama yang dilakukan aparat kepolisian dan TNI," tuturnya.

Selanjutnya, massa aksi terlibat cecok mulut dengan aparat kemanan di pertengahan jalan menuju Kantor Gubernur dan DPRD Sulut serta blokade jalan oleh aparat keamanan. 

Akhirnya, peserta aksi melakukan long march untuk memuju lokasi dengan jarak 60 kilometer. "Karena akses jalan itu bukan hanya kendaraan yang enggak bisa dilewati, tetapi juga masyarakat enggak bisa lewat. Jadi kurang lebih 60 KM long march," katanya.

"Karena sudah cukup lama di jalan, sehingga kami putuskan bersama untuk titik tujuannya di Polres Minahasa. Karena adanya blokade seperti itu, teman-teman kami yang ada di Manado, tergabung dalam mahasiswa Sulut itu menggelar aksi di depan Polda Sulut, akibat akses yang tidak diberikan kepada massa aksi," sambungnya.

Atas dasar itu, tuntutan peserta aksi berubah menjadi pemberian akses jalan. Namun, peserta aksi ditangkap oleh pihak kepolisian terhadap salah satu jaringan mahasiswa Sulut.

"Mahasiswa tersebut ditangkap dan ditahan di depan Polda Sulut ke pos penjagaan Polda Sulut di situ. Dia (mahasiswa) malah dipukul di bagian wajah dan diinjak di bagian belakangnya sebanyak tiga kali," ungkap Frank.

Frank berkata, mahasiswa tersebut digiring ke Polreatabes Manado setelah mendapat tindakan represif. Dalihnya, akan diperiksa lebih lanjut. "Tetapi sekitar pukul 19.00 WITA, yang bersangkutan baru dikeluarkan dengan pendampingan LBH Manado," ungkap Frank.

Tak hanya di Sulawesi Utara, peserta aksi damai peringati HTN dari Makassar juga mendapat sikap tak mengenakan dari aparat kepolisian.

Kepala Divisi Antikorupsi dan Reformasi Peradilan LBH Makasar, Andi Haerul Karim mengatakan, tindakam represif itu bermula ketika mahasiswa jaringan Makassar melakukan long march dari depan kantor Gubernur sampai gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.

"Saat di lokasi teman-teman berorasi sekitar 30 menit, dan teman-teman berusaha memperbaiki barisan. Saat memperbaiki barisan itu, nah tiba-tiba dari belakang polisi yang berjaga dengan pakaian dinas -kalau disini namanya tim penikam- tim penikam itu langsung lompat ke arah massa aksi," terang Andi, di acara yang sama.

Andi berkata, aparat keamanan langsung menariki peserta aksi yang ada di dalam barisa untuk dilakukan penangkapan. Padahal, kata dia, peserta yang didominasi mahasiswa itu telah menyatakan bahwa gerakan yang digelar itu aksi damai.

"Nah, dampak dari aksi itu ada beberapa luka robek di dahi, pukulan oleh tindakan represif aparat kepolisian," katanya.

Andi mengaku, pihaknya dipersulit untuk memberikan bantuan hukum pada peserta aksi yang ditangkap. Padahal, kata dia, beberapa peserta aksi masih berusia di bawah umur.

"Kami tidak dipersilahkan untuk melakukan pendampingan dengan alasan sedang diperiksa. Padahal peserta aksi itu ada pelajar yang di bawah umur. Itu juga ada yang ditangkap. kami tidak diberi akses untuk lakukan pendampingan," ungkap dia.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan