Polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (TWK) terus bergulir. Anggota Komisi III DPR, Benny Kabur Harman menilai, TWK mirip dengan litsus era Orde Baru (Orba).
TWK ini berujung pemecatan 51 pegawai dari 75 yang tidak lolos sebagai alih syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN).
"Saya sempat usulkan ke Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk mengadakan TWK. Padahal saya sindir itu. TWK ini kan zaman Orba, litsus. litsus dulu dipakai untuk menyingkirkan tokoh-tokoh, politisi-politisi yang tidak suka dengan rezim Soeharto," kata Benny dalam rapat kerja dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (9/5).
Benny menyatakan, tokoh atau politisi yang tidak suka dengan Soeharto pada waktu itu disingkirkan karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan atau litsus.
"Orang yang tidak suka dengan Soeharto pada waktu itu tidak lulus, pakai alasan yang dipakai adalah litsus itu. Partai Komunis Indonesia (PKI) waktu itu. Mohon maaf kita buka lagi," katanya.
Politikus Partai Demokrat itu mengaku, khawatir TWK akan melebar kemana-mana ke depannya. "Jangan-jangan untuk jadi caleg, TWK. Untuk jadi bupati, wali kota, tes wawasan kebangsaan," jelasnya.
Menurut Benny, TWK memang diperlukan. Hanya saja dia ragu, di balik polemik ini, justru banyak orang yang tidak menghafal Pancasila, termasuk pembukaan UUD 1946.
"Apa betul teman-tema kita di yang anggota dewan ini, yang di daerah-daerah ini baca Pancasila itu di depan umum, atau pembukaan UUD 45. Kalau saya hafal pembukaan UUD 45. Kita coba 55 orang ini (anggota DPR yang hadir rapat), satu-satu kita baca itu, plus Menteri (Yasonna) juga," ungkapnya.
"Kalau tidak, Pak, kalau tidak kepastian, akan ada kesan ini TWK litsus gaya baru. Saya omong ini agar dicegah. Kalau bisa, jangan lah itu dilakukan," bebernya.
Benny juga sepakat jika TWK digunakan untuk mengetahui pemahaman seseorang mengenai ideologi Pancasila. Tapi dia ragu, pegawai-pegawai KPK yang tidak lolos TWK tidak pancasilais.
"Masa orang yang tajam sekali, militansi tinggi untuk nangkap koruptor, masa dianggap tidak pancasilais? Masa dianggap tidak lolos wawasan kebangsaan. Wawasan kebangsaan apa sebetulnya," tanya Benny.
"Mohon pertanyaan ini, kalau berkenan, Bapak Menteri sampaikan langsung kepada Bapak Presiden Jokowi. Karena sebagai anggota DPR, hak bertanya adalah hak konstitusional," tambahnya.