Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua memimpin aksi kawal sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (14/6). Abdullah membawa ratusan massa yang mengatasnamakan Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR).
"Saya sebagai akademisi memutuskan turun ke lapangan memberikan dukungan," kata Abdullah saat orasi di depan Gedung Kementerian Pertahanan sebelah Gedung MK, Jakarta, Jumat (14/6).
Tujuan utama datang ke MK untuk memberikan moril, agar sembilan anggota MK melaksanakan tugasnya dengan jujur dan adil sesuai tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) sebagai Hakim Konstitusi.
"Sehingga mereka tidak takut diintimidasi dan diancam seperti yang terjadi pada KPU dan Bawaslu. Kami datang secara tertib, menghargai peraturan, perundangan, dan pulang tertib," katanya.
"Intinya jangan sampai MK ini hanya menjadi sekedar mahkamah kalkulator yang menghitung jumlah suara sekian, kecurangan sekian," ucap salah satu pedemo.
Pendemo itu melanjutkan, yang terpenting adalah kebenaran materi secara kualitatif. Mereka juga mengharapkan agar MK berlaku adil dalam persidangan.
"Saat dilantik Ketua MK menyebut akan berbuat adil di peradilan, akan sesuai antara kata dan perbuatan. Kami berjanji di sini, ketika mereka memutuskan di jalan kebenaran dan keadlilan, kami akan gotong mereka sebagai pahlawan konstitusi nasional," kata dia.
Mayoritas pedemo mengenakan pakaian putih berompi kuning. Arti rompi kuning ini simbol perjuangan atau perlawanan. Seperti di negara Prancis atau Thailand yang mengenakan rompi kuning atau kaus kuning dalam membela keadilan.
Sementara itu, sekitar 50-an orang massa dari Gerakan Kedaulatan Rakyat (GKR) untuk Keadilan dan Kemanusiaan Jumat siang (14/6) menggelar aksi unjuk rasa. Mereka memberikan dukungan kepada MK agar dapat melaksanakan sidang putusan sengketa Pilpres 2019 secara adil dan sejalan dengan kemanusiaan dan kedaulatan NKRI.
Pantauan jurnalis Alinea.id, aksi dimulai oleh barisan pengunjuk rasa yang membentangkan spanduk GKR bertulisan "Kepada Yth Mahkamah Konstitusi Segera Putuskan Pilpres dengan Adil dan Bermartabat".
Mereka berjalan dari depan gedung Kementerian Pariwisata menuju Kementerian Pertahanan sambil menyanyikan lagu Maju Tak Gentar dan Halo-Halo Bandung.
Para demonstran turut membawa sejumlah poster yang bernada dukungan bagi pemilihan umum yang adil, antara lain "Candidate Must be Qualified" dan "Against Election Fraud".
Salah seorang anggota aksi tersebut Jerry M, berharap agar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden 2019 dapat berjalan lancar dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Kami datang bukan untuk mendukung kubu 01 atau 02, tapi dengan rela mengingatkan dan mendukung MK agar sidang berlangsung jujur dan adil," kata Jerry, yang bersorban putih.
Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memilih membatalkan aksi mengawal sidang PHPU Presiden 2019. Presiden KSPI Said Iqbal dalam siaran persnya mengatakan, KSPI menghormati imbauan Prabowo Subianto agar pendukungnya tidak hadir ke depan gedung MK untuk mengawal sidang gugatan hasil Pilpres 2019.
"Kami menghormati seruan Pak Prabowo yang menginginkan sidang di MK berjalan dengan tertib dan damai,” kata Said Iqbal.
Sebelumnya, dalam konferensi pers 27 Mei lalu, KSPI berencana menggelar aksi mengawal sidang sengketa pilpres sebagai dukungan bagi 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Menurut Iqbal, ada dua pertimbangan mengapa pihaknya tidak jadi melakukan aksi di MK. Pertimbangan pertama, KSPI dan Calon Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani kontrak politik pada 1 Mei 2019 untuk memenangkan Prabowo Subianto sebagai Presiden. Kedua, mekanisme konstitusional yang dipilih Prabowo-Sandi dianggap sudah tepat.
Maka dari itu, pihaknya menuruti dan menghormati pula kesepakatan yang dicapai bersama Prabowo-Sandi. KSPI adalah organisasi yang independen. Bukan bagian dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. Namun demikian, sebagai organisasi yang terikat kontrak politik dengan Prabowo Subianto, segala kebijakan yang diambil BPN akan KSPI hormati.