Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Mabes Polri melakukan penangkapan terhadap pelaku tindak pidana terorisme. Penangkapan dilakukan terhadap satu orang yang diduga berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Benar (ada penangkapan tersebut), nanti detailnya akan disampaikan,” kata Kabag Banops Densus 88, Kombes Aswin Siregar saat dikonfirmasi Alinea.id, Selasa (15/3).
Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, orang tersebut merupakan bagian dari kelompok Jamaah Islamiyah (JI) berinisial To. Penangkapan dilakukan pada waktu subuh, hari ini, di kediamannya.
Namun, Ramadhan masih belum menjelaskan secara detail penangkapan tersebut. To kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara terorisme. “Status sudah tersangka,” kata Ramadhan kepada wartawan, Selasa (15/3).
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar memaparkan prediksi ancaman terorisme yang berkaitan dengan foreign terorism factor (FTT) ke lembaga pemerintahah, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurut Boy, upaya masuk ke dalam sektor pemerintahan merupakan bagian dari upaya teroris mencari dukungan.
"Ancaman infiltrasi jaringan teror ke institusi pemerintah karena strategi mereka sepertinya ingin mencoba mendapat dukungan dari unsur-unsur yang bekerja di sektor pemerintahan, termasuk di Badan Usaha Milik Negara yang bisa saja mereka ingin memanfaatkan sumber daya yang dimiliki negara," kata Boy Rafli dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Senayan, Selasa (25/1).
Boy menegaskan FTF masih menjadi masalah yang dihadapi bangsa Indonesia hari ini. Selain masuk ke dalam jaringan pemerintahan, prediksi ancaman juga mengawasi kepulangan FTF dari jalur ilegal, seperti pelabuhan-pelabuhan kecil.
"Demikian juga dengan kemungkinannya dilakukan deportan yang tergabung dengan jaringan teroris," ujarnya.
Kemudian fenomena lone wolf, menurut Boy juga cukup meningkat. Kata dia, peningkatan lone wolf ini berkaitan dengan penyebaran paham radikalisme di sosmed.
"Sehingga lone wolf telah beberapa kali melakukan serangan terorisme," katanya.
Lalu FTF lainnya adalah serangan terhadap simbol-simbol negara dan pemanfaatan platform media sosial baru.
Selain memaparkan prediksi ancaman, Boy Rafli juga melaporkan ke Komisi III DPR terkait upaya penindakan terorisme sepanjang tahun 2021, bersama dengan Densus 88.
Menurutnya, selama setahun terakhir, BNPT dan Densus 88 telah menindak 364 orang pelaku terorisme. Rinciannya, telah dilakukan penyidikan sebanyak 332 orang, dilimpahkan ke Kejaksaan oleh Densus 88 sebanyak 3 orang, meninggal dunia 13 orang, dan dipulangkan 16 orang.
Sementara itu, BNPT juga memetakan pelaku terorisme berdasarkan afiliasi teror dengan kelompok yang sudah dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Di antaranya 178 dengan kelompok Jemaah Islamiyah (JI), 154 kepada Jamaah Ansharut Daulah (JAD), 16 kepada Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang terpusa di Poso, dan 16 dengan Front Pembela Islam (FPI).
"Beberapa kelompok radikal yang terpusat di Poso masih terpantau kelompok yang sama sebagai bagian dari kepanjangan tangan terorisme global seperti JI berafiliasi dengan Al-qoedah, JAD dan JAK terkait ISIS. Demikian juga MIT di Poso masih tersisa masih dalam pengejaran petugas," pungkasnya.