Dewan Juri Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) sudah mengusulkan penghargaan yang diberikan kepada Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah, ditarik. Demikian dikatakan anggota Dewan Juri BHACA Bivitri Susanti.
Usulan penarikan penghargaan tak lepas dari status Nurdin yang kini tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diduga menerima suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di Pemerintah Provinsi Sulsel tahun anggaran 2020-2021.
"Kalau dari Dewan Juri, ada usul penarikan, tetapi pada akhirnya nanti keputusan diambil oleh pengurus perkumpulan BHACA," ujarnya kepada Alinea.id, Senin (1/3). Pemberian penghargaan untuk Nurdin terjadi pada 2017, saat menjabat Bupati Bantaeng.
Bivitri menjelaskan, penghargaan BHACA yang dulu dilakukan telah melalui pemeriksaan panjang, bahkan sampai penelitian lapangan. Dia pun menegaskan, BHACA bukan tentang "award" semata yang diberikan layaknya hadiah.
"Tetapi karena ada pesan soal pemberantasan korupsi. Jadi, kami tidak berfokus pada individunya. Kalau memang ia (Nurdin) melakukan apa pun yang sudah merusak semangat antikorupsi yang didorong Bung Hatta, maka sudah sepatutnya ditarik," jelasnya.
Nurdin bersama Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang atau PUTR Sulsel, Edy Rahmat, dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Penetapan itu usai operasi tangkap tangan pada Jumat (26/2) malam hingga Sabtu (27/2) dini hari.
Dalam kasusnya, KPK menduga Nurdin menerima Rp5,4 miliar. Rinciannya, diduga dari Agung Rp2 miliar yang diberikan melalui Edy dan sisanya diterka berasal dari kontraktor lain sebanyak tiga kali, yakni akhir 2020 Rp200 juta, awal Februari 2021 Rp2,2 miliar, dan pertengahan Februari 2021 Rp1 miliar.
Sebagai penerima, Nurdin dan Edy diterka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pemberi, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.