Belum tuntas pandemi Covid-19, kini dunia tengah dihebohkan oleh penemuan jenis virus hepatitis baru yang misterius. Begitu seriusnya hingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan kejadian luar biasa (KLB) pada kasus yang menyerang anak-anak di Eropa, Amerika, dan Asia.
Menurut WHO, kasus terekam sejak 15 April 2022. Virus yang pertama ditemukan di Inggris ini, kini sudah menyebar di 11 negara termasuk di antaranya Singapura dan Indonesia. Di Indonesia tiga anak meninggal.
Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengklarifikasi mengenai hepatitis misterius ini. Lewat akun twitternya, @ProfesorZubairi, ia menjelaskan kasus ini menjangkiti sekitar seratusan anak di seluruh dunia.
Zubairi menerangkan, penyebab hepatitis misterius ini belum diketahui. Para ahli sedang menyelidiki, termasuk di Indonesia. "Sebagian ketemu Adenovirus 41, sebagian ketemu SARS-CoV2, sebagian kombinasi dua virus itu, dan masih mungkin dipicu penyebab lain," tulis dia.
Apa itu Adenovirus?
"Virus umum yang sebabkan berbagai penyakit: pilek, demam, sakit tenggorokan, bronkitis, pneumonia, dan diare. Adenovirus 41 belum pernah terkait dengan hepatitis. Patogen umum ini biasanya bisa sembuh sendiri," terang Zubairi.
Ia tidak menampik bahwa hepatitis misterius ini amat serius. Karena beberapa anak meninggal. Di Inggris, bahkan 10 dari 145 pasien dengan hepatitis akut ini memerlukan transplantasi hati.
Sejauh ini, kata dia, belum ada tes yang bisa memastikan diagnosis hepatitis misterius tersebut. Akan tetapi, jelas Zubairi, syaratnya adalah pasien harus negatif terhadap virus hepatitis A, B, C, D, E dan dengan kadar enzim transaminase lebih dari 500 unit per liter.
Menurut WHO, kata Zubairi, rentang usia pasien yang diidentifikasi sejauh ini antara bayi berusia satu bulan hingga remaja usia 16 tahun.
Sebagian besar anak-anak ini mengalami masalah gastrointestinal terlebih dahulu, diikuti penyakit kuning. Tes laboratoriumnya juga menunjukkan tanda-tanda peradangan hati parah. Sebagian besar anak tidak mengalami demam.
Ia memastikan kasus ini tidak terkait vaksin Covid-19. "Hipotesis (mengaitkan hepatitis ini dengan Covid-19) ini tidak didukung data, karena sebagian besar anak-anak yang terkena hepatitis misterius ini justru belum menerima vaksinasi Covid-19," jelas dia.